SANKSI ISLAM BAGI ORANG ISLAM YANG MENINGGALKAN SHALAT
Ada yang berkata:
"Hari ini NKRI adalah bentuk negara yang paling layak, karena hampir semua hukum Islam telah dapat dilaksanakan di NKRI ini. Hanya beberapa hukum Islam yang belum bisa diterapkan seperti qishash dan had."
Sy menjawab :
Untuk mengetahui kebenaran pernyataan tersebut ada baiknya kita telaah satu kitab fikih kaffah saja. Kita ambil contoh kitab Fathul Mu'iin dari bab pertama sampai bab terakhir. Maka kita akan tahu lebih dari setengah hukum2 Islam yg tdk dapat diterapkan di dalam sistem demokrasi pancasila ini. Padahal semua hukum Islam itu wajib diterapkan dan semua hukum itu bisa
diterapkan dlm sistem khilafah. Misalnya, shalat maktubah memang bisa diterapkan oleh setiap
pribadi muslim, tetapi karena sanksi terhadap orang yg meninggalkan shalat tdk dapat diterapkan di dlm demokrasi, maka hampir setengah umat muslim di negeri ini tdk mengerjakan shalat.
Begitu juga puasa, zakat dll. Jadi meskipun sistem uqubat ini hanya mencakup jinayat,
hudud, takzir dan mukhalafat, tetapi melekat pada semua hukum Islam yg lainnya.
Karena uqubat diterapkan terhadap semua pelanggaran berupa meninggalkan kewajiban dan mengerjakan keharaman. Maka banyaknya uqubat itu sebanyak kewajiban dan keharaman. Belum lagi terkait jihad dan penerapan status kafir dzimmi, mu'ahid, musta'min, dan harbi.
Semuanya adalah hukum Islam yg wajib diterapkan. Itulah sekelumit alasan bhw lebih dari setengan hukum2 Islam yg tdk dapat diterapkan di dalam sistem demokrasi...
Sekarang perhatikan sanksi Islam terhadap taarikush shalah (orang muslim yang meninggalkan shalat).
PENDAPAT PARA IMAM MADZHAB TERKAIT SANKSI TARIKUSH SHALAH
Para Imam madzhab berbeda pendapat terkait sanksi taarikush shalah.
1. Imam Malik dan Imam Syafi'i rh berpendapat, bahwa orang muslim yg meninggalkan shalat karena malas, bukan karena ingkar terhadap kewajibannya, maka ia di bunuh dengan pedang sebagai had, bukan karena kafir, kemudian setelah dibunuh dijalankan terhadapnya hukum2 orang muslimin mulai dimandikan, dishalati, dikebumikan dan diwaris.
Miturut qaul shahih dari madzhab Syafi'i ia dibunuh hanya karena meninggalkan satu shalat saja, dengan syarat ia mengeluarkan shalat dari waktu dharurat. Ia disuruh taubat sebelum dibunuh, ketika ia taubat maka diterima, dan ketika tdk mau taubat maka dibunuh.
Alasannya, karena kita tdk boleh mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin (ahli kiblat) sebab dosa selain kufur yg mujma' 'alaih.
2. Imam Abu Hanifah rh berpendapat, bhw tarikush shalah dipenjara selamanya sampai ia shalat.
Alasannya, karena Allah Alhaqq Swt lebih menyukai tetapnya alam daripada rusaknya alam, dan Allah Maha Kaya dari orang yg maksiat dan orang yg taat. Allah berfirman, "Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya..." (TQS Al Anfaal ayat 61).
Dan telah datang riwayat, bhw Nabi Daud as ketika hendak membangun Baitul Maqdis, maka setiap yg dibangunnya roboh, lalu Daud berkata,"Wahai Robb, kenapa setiap kali aku membangun sesuatu dari BaitMU maka ia roboh". Lalu Allah menurunkan wahyu kepadanya, "Sesungguhnya BaitKu tdk akan berdiri di tangan orang yg telah mengalirkan darah", lalu Daud berkata, "Wahai Robb, bukankah hal itu di jalanMu". Allah berfirman, "Betul, tetapi bukankah mereka itu hamba-hambaKU".
Dan dalam hadis, "Sesungguhnya kesalahan imam dalam mengampuni itu lebih disukai Allah daripada kesalahannya dalam menjatuhkan sanksi".
Oleh karenanya, tdk layak bagi seseorang membunuh laki2 yg berkata, "Tuhanku Allah", kecuali dgn perintah yg jelas dari Asysyaari'.
3. Imam Ahmad rh dalam salah satu riwayat yang dipilih oleh ashhabnya berpendapat, bhw tarikush shalah dibunuh dgn pedang hanya dgn meninggalkan satu shalat. Sedangkan miturut qaul mukhtar miturut jumhur ashhabnya ia dibunuh karena kekufurannya seperti orang murtad, dan berjalan atasnya hukum2 orang murtad, ia tdk boleh dishalati dan tdk boleh diwaris, dan hartanya menjadi harta fai.
Alasannya, karena adanya ghalabatul ghiroh (sangat cemburu) atas Allah Swt, maka perlakuan terhadap taarikush shalah itu dikembalikan kpd ijtihad imam, tdk secara mutlak. Ketika imam memandang bhw membunuhnya lebih maslahat bagi Islam dan kaum muslimiin, maka ia membunuhnya. Sebagaimana ulama membunuh Alhallaj rh, ulama berkata, "Kamu telah membuka lobang dalam Islam yg tdk dapat ditutup kecuali dgn kepalamu". Dan apabila imam memandang bhw tdk membunuhnya adalah lebih baik bagi kemaslahatan, maka ia tdk membunuhnya.
(Asysya'roni, Almiizaan Alkubro', Kitaabush Shalah).
Wallohu a'lam...
SAATNYA CAMPAKKAN DEMOKRASI DAN TEGAKKAN KHILAFAH!
MAKA UQUBAT BISA DITERAPKAN, KEWAJIBAN DILAKSANAKAN, DAN KEHARAMAN DITINGGALKAN.
PADA AKHIRNYA KITA RAIH KEADILAN, KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN.
Anda setuju, tinggalkan jejak dan sebarluaskan!
Komentar
Posting Komentar