Alasan ketiga: Sekularisme itu kontradiksi dengan semangat ber-Islam kaffah.
Kita sebagai orang beriman yang Ahlus Sunnah Wal Jamaah melaksanakan syariat Islam secara total dalam semua lini kehidupan adalah kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar dan ditunda-tunda. Sesuai dengan tabiatnya yang Rahmatan Lil'alamin, syariat [agama] Islam dengan seperangkap hokum dan sistemnya mampu menjadi solusi atas problematika Dunia yang dewasa ini sedang mendekati kehancuran disegala bidang.
Berawal dari hancurnya nilai-nilai kemanusiaan sebagai fitrah atau tabiat dasar yang membedakan antara manusia dengan binatang, dan berujung pada kegagalan manusia dalam mensyukuri fitrahnya serta memanfaatkannya secara optimal sesuai perintah dan larangan Allah swt. Tuhan Pencipta fitrah. Pada akhirnya komunitas Dunia hancur bersamaan dengan hancurnya tatanan keluarga sebagai tiang penyangganya.
Dengan tidak diterapkannya hokum dan system Allah untuk mengatur Dunia, bukan hanya manusia yang rusak dan hancur, tetapi juga plora dan pauna telah terancam kelangsungan hidupnya akibat kesalahan dalam mengatur hutan dan lautan. Kemiskinan yang mengakibatkan banyak manusia prustasi dan stress, bahkan tidak sedikit yang menempuh jalan pintas unuk memenuhi kebutuhan jasmaninya seperti pangan, papan dan sandangnya. Kriminalitas terus meningkat; pencurian, perampokan, pembegalan, perjudian, pencabulan, pemerkosaan, pembunuhan dll. setiap saat dapat disaksikan melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik.
Jangankan hokum dan system yang mengatur masyarakat dan Negara, hokum dan system privatpun seperti yang mengatur shalat, puasa dll. sudah banyak yang meninggalkan. Kalau kita mencermati berbagai penomena penyimpangan dan tindak kriminalitas diatas, maka semuanya terjadi karena tidak diterapkannya hokum dan system Allah yang mengatur kehidupan, masyarakat dan Negara, terutama hokum-hukum persangsian [hukuman] terhadap orang-orang yang melanggar hokum dan system tersebut. Sebaik apapun sebuah aturan [perintah dan larangan] tidak akan dapat berjalan secara optimal dan epektif ketika tidak ada sanksi hukuman yang diterapkan terhadap para pelanggar aturan itu.Islam telah diturunkan dengan seperangkat aturan beserta sangsi hukumannya yang berpungsi untuk menjaga aturan itu.
Disamping dengan sanksi [hukuman] itu para pelanggar aturan menjadi jera dan orang lain juga tercegah untuk melakukan pelanggaran yang serupa karena takut akan sanksi [hukuman] nya, juga sanksi [hukuman] dalam Islam itu menjadi kafarah [penebus dosa] pelanggaran dari pelakunya diakhirat kelak ketika sanksi itu telah dijatuhkan didunia.
'An 'Ubadah ...
عن عبادة بن الصامت رضي الله عنه قال كنا عند النبى صلى الله عليه وسلم فى مجلس فقال: بايعونى على أن لاتشركوا بالله شيأ ولاتسرقوا ولاتزنوا وقرأ هذه الأية كلها فمن وفى منكم فأجره على الله ومن أصاب من ذلك شيأ فعوقب به فهو كفارته ومن أصاب من ذلك شيأ فستره الله عليه إن شاء غفرله وإن شاء عذبه. رواه البخارى.
Dari 'Ubadah ibn Shamit ra. berkata: "Kami pernah bersama Nabi saw. dalam suatu majlis lalu beliau bersabda: "Berbai'atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan apapun, tidak mencuri dan tidak berzina. Lalu beliau membaca keseluruhan ayat. Siapa saja diantara kalian memenuhinya, maka pahalanya disisi Allah. Siapa saja yang mendapatkan dari hal itu sesuatu lalu diberi sanksi, maka sanksinya menjadi penebus dosa baginya. Dan siapa saja yang mendapatkan dari hal itu sesuatu lalu Allah menutupinya atasnya, maka jika Dia berkehendak, Dia mengampuninya dan jika Dia berkehendak, Dia menyiksanya". HR. Al-Bukhari.
Keinginan kaum muslim untuk ber-Islam kaffah dari waktu kewaktu sebenarnya tidak pernah pupus dan putus. Semangatnya terus menggelora, gaung dakwahnya terdengar dimana-mana, dan setiap orang menyambutnya dengan penuh harap. Bukan hanya di Indonesia, tetapi telah merambah dan merata diberbagai belahan Dunia, dari benua Asia, Eropa, Australia, sampai Amerika. Akan tetapi semangat berislam kaffah itu menghadapi tantangan yang sangat berat, bukan hanya dari orang-orang kafir dan musyrik, tetapi justru dari sesama muslim sendiri yang telah tercekoki peradaban barat yang kafir. Mereka dengan tereng-terangan dan tanpa malu-malu menolak syariat Islam untuk mengatur kehidupan, masyarakat dan Negara, karena bagi mereka yang terpenting dari syariat Islam adalah substansinya, isinya. Sedangkan pormalisasi syariat oleh mereka diibaratkan dengan kulit yang tidak boleh dimakan kecauali oleh sekelompok domba yang kelaparan.
Mereka tidak menyadari atau pura-pura tidak sadar bahwa subtansi itu adalah maslahat atau hasanah bagi manusia, baik didunia atau diakhirat kelak, atau dikeduanya, sesuai do'a manusia: "Maka di antara manusia ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat". QS Al-Baqarah [2]: 200. "Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka". QS Al-Baqarah [2]: 201.
Substansi itu ada ketika syariat Islam diterapkan atau dipormalkan dalam kehidupan pribadi, masyarakat, dan Negara.Kaidah dibawah sangat popular; حيثما يكون الشرع تكون المصلحة "Dimana saja ada syariat,maka disitu ada maslahat". Kaidah ini saya nukil apa adanya dimana fi'il mudhari' tidak dibaca jazem.Lihat kitab al-Fikrul al-Islamy karya Muhammad Muhammad Isma'il. Al-Qur'an juga dimikian; "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya". QS'Al-A'raf [7]:96.
Mereka mengklaim bahwa substansi syariat itu keadilan, substansi itu moral, substansi itu akhlak, substansi itu kejujuran, substansi itu amanah dan seterusnya. Mereka tidak menyadari bahwa sesungguhnya tidak ada keadilan selain keadilan syariat [Islam], tidak ada moral maupun akhlak bagi orang yang menolak syariat, tidak ada kejujuran bagi orang yang mengingkari syariat, dan tdak ada amanah bagi orang yang mengkhianati syariat. Intinya tiak ada keadilan, tidak ada moral maupun akhlak, dan tidak ada kejujuran, dan tidak pula ada amanah bagi orang yang menyembah Thaghut, yaitu dengan meyakini, mengamalkan, dan mendakwahkan hukum dan sistemnya, dan menolak, membuang, dan menghalang-halangi hokum dan system yang bersumber dari syariat [agama] Islam.
Kalautoh klaim mereka itu jujur dan benar bahwa yang penting adalah substansinya, lalu kenapa mereka tidak dimikian dengan demokrasi, dengan kapitalisme, dan dengan sekularisme. Kenapa mereka tidak berkata; "Yang penting substansi demokrasinya, yang penting substansi kapitalismenya, yang penting substansi sekularismenya". Kenyataannya mereka ngotot dan keras kepala untuk tetap meyakini, mengamalkan, dan mendakwahkan system demokrasi, idiologi kapitalisme, dan akidah sekularisme untuk mengatur kehidupan, masyarakat, dan Negara. Semua itu membuktikan bahwa mereka pada hakekatnya telah berbohong, mereka tidak jujur, dan mereka tidak konsisten dengan klaim dan ucapannya. Kaum sekular mengira bahwa syariat dan substansi itu seperti kulit buah durian dan isinya atau seperti kulit buah pisang dan isinya dimana kulit dan isi itu harus dipisahkan lalu diambil dan dimakan isinya saja sedangkan kulitnya dibuang. Ini adalah analog codot atau monyet dimana keduanya juga mengerti bahwa kulit itu tidak untuk dimakan dan harus dibuang.
Bagi orang yang beriman yang memahami Islam secara kaffah syariat dan substansi itu tidak seperti yang dihayalkan oleh kaum sekular, karena subtansi syariat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari syariat. Syariat beserta substansinya harus sama-sama dipraktekkan. Ketika syariat dibuang dan hanya diambil substansinya, maka substansi itu sudah bukan lagi substansi syariat yang bersangkutan.Atau substansi dari syariat yang lain, bukan substansi dari syariat Islam. Syariat lain itu adalah syariat yang kontradiksi dengan syariat Islam, yaitu syariat Thaghut. Jadi pormalisasi syariat Islam itu diperlukan untuk membedakan substansinya, apakah dari syariat Islam atau dari syariat Thaghut.
Justru sangat disayangkan, ketika kam muslim yang tergabung dalam barisan Hamalatuddakwah [para pengemban dakwah] yang ikhlas tanpa pamrih kecuali karena keimanan yang mendalam kepada Allah dan hari akhir [Kiamat], mereka bersama-sama berjuang untuk pormalisasi syariat [Islam] melalui penegakkan kembalki Daulah Khilafah Rasyidah, kelompok pemuja dan penyembah peradaban Barat kafir itu terus menerus melakukan penggembosan terhadap perjuangan mereka dengan melemparkan berbagai tuduhan miring yang sebenarnya hanyalah rekayasa, dusta, fitnah, dan provokasi.
Bahkan kaum sekular itu ramai-ramai mengusung dan memperjuangkan ide tandingan, yaitu demokrasi-sekular dan kapitalisme global. Maka tidak heran ketika para pengemban dakwah mengusung tema "Selamatkan Indonesia Dengan Syariat", mereka segera membuat tema tandingan, yaitu "Selamatkan Indonesia Dari Syariat", atau dengan yang lebih halus, yaitu tema "Saatnya Tsaqafah Memimpin Dunia" sebagai tandingan dari tema "Saatnya Khilafah Mamimpin Dunia" yang diusung oleh para pengemban dakwah. Akidah [keimanan] mereka patut dipertanyakan meskipun telah memiliki sejumlah kitab tentang akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang mereka pelajari dan mereka ajarkan, dan meskipun mereka sangat mengklaim paling ASWAJA.
Mungkin saja mereka tidak memahami bahwa akidah itu tidak bertempat dikitab atau buku, tetapi dihati, karena makna akidah adalah iman yang kokoh yang dalilnya harus qath'iy tsubut dan qath'iy dilalah, karena akidah itu iman dan iman bertempat didalam hati, maka hanya yang bersangkutan dan Allah saja yang dapat melihatnya, sedangkan manusia hanya dapat mengetahui lewat indikasinya saja.
Sedangkan bukti satu-satunya bahwa akidah itu benar adalah kemauan untuk menerapkan syariat yang bersumber dari akidah itu, baik sayariat yang mengatur hubungan manusia dengan Allah atau yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya dan dengan sesamanya, bukan syariat yang bersumber dari akidah yang lain seperti akidah materialisme dan sekularisme. Ketika mereka menolak pormalisasi syariat Islam, ini adalah bukti atau dalil, atau setidaknya indikasi yang sangat jelas bahwa mereka itu tidak berakidah Islam [rukun iman yang enam], apalagi akidah ASWAJA yang sangat lengkap.
Jadi kitab-kitab rumusan ASWAJA yang mereka punyai hanyalah alat untuk menutup-nutupi akidah mereka yang sebenarnya [sekularisme atau materialisme], dan sebagai alat untuk melakukan penggembosan terhadap para pengemban dakwah dengan menuduhnya bukan golongan ASWAJA, karena tidak memiliki setumpuk rumusan akidah seperti mereka.
Dan sebagai bukti atas kebohongan klaim akidah mereka adalah firman Allah swt.: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam [agama] Islam keseluruhan, dan janganlah kalian turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagi kalian". QS.Al-Baqarah [2] : 208.
Kalau benar mereka berakidah ASWAJA, maka mereka harus berada digarda terdepan atau mendukung perjuangan pormalisasi syariat Islam secara kaffah dan meninggalkan akidah sekularisme serta seperangkat syariat yang memancar dari padanya, dengan demikian mereka telah mesuk kedalam agama Islam secara total dan telah meninggalkan [tidak mengikuti] langkah-langkah syaitan sebagai thaghut.
(bersambung ...)
Komentar
Posting Komentar