Umar ra memenggal leher orang munafik yang menolak hukum Arrosul saw.
Ayat Ketujuh ; Allah swt berfirman;
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang
diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu, dan syaitan bermaksud menyesatkan
mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya". QS An- Nisa [4]: 60.
Mengenai sebab turunnya ayat ini, Ibnu Abbas ra berkata: "Ayat ini turun berkenaan dengan laki-laki muslim yang munafik bernama Bisyer. Ia berperkara dengan orang Yahudi. Lalu Yahudi itu berkata: "Mari kita pergi ke Muhammad!", dan orang munafik berkata: "Kita pergi saja ke Ka'ab Ibnu Asyraf!", yaitu orang yang disebut sebagai Thaghut. Lalu laki- laki Yahudi itu menolaknya kecuali pergi ke Rasulullah saw. Lalu Beliau Nabi saw memutuskan perkara dengan memenangkan orang Yahudi.
Dan setelah keduanya keluar dari sisi Nabi saw., maka orang munafik itu memegang tangan orang Yahudi seraya berkata: "Mari kita pergi ke 'Umar !". Lalu keduanya mendatangi Umar ra dan orang yahudi berkata:
"Aku telah berperkara dengan orang ini kepada Muhammad. Lalu Muhammad memutuskan hukum dengan
mengalahkannya, dan dia tidak rela dengan keputusannya. Dan dia menyangka bisa memperkarakannku kapadamu". Lalu 'Umar ra berkata kepada munafik: "Apa benar seperti itu?". Munafik menjawab: "Ya !". Umar ra berkata kepada mereka: "Tunggu sebentar sampai aku keluar kepadamu!". Lalu Umar masuk kamar mengambil pedang dan keluar menguhunusnya. Lalu Umar memenggal leher munafik sehingga tewas. Umar ra berkata: "Seperti ini aku putuskan hukum terhadap orang yang tidak menerima hukum Allah dan Rasul- Nya !". Lalu turun ayat diatas. Dan Jibril as berkata: "Sesungguhnya Umar telah memisahkan diantara hak dan batil". Karena itu Umar ra mendapat gelar Al-Faaruuq.
Orang munafik itu mengajak berperkara kepada Ka'ab Ibnu Asyraf karena mau menerima suap. Sedangkan Nabi saw. tidak menerimanya. Beliau memutuskan hukum dengan hak, dan pada saat itu hak memihak kepada orang Yahudi.
Pada ayat diatas Ka'ab Ibnu Asyraf dianggap sebagai Thaghut karena memutuskan hukum tidak sesuai dengan hukum Allah swt dan hukum Rasulnya. Dia menerima suap untuk memihak dan memenangkan pihak yang salah dan mengalahkan pihak yang benar. Demi suap, dia membatilkan yang hak dan menghakkan yang batil, juga mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.
Dari kasus diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa inti dari hukum Thaghut adalah kontradiksi dengan hukum Allah swt dan hukum Rasul-Nya, serta membuang hukum keduanya.
Dari kronologi sebab turunnya ayat diatas, juga dapat diketahui bahwa orang yang meminta putusan
hukum kepada Thaghut adalah orang muslim yang kemunafikannya terungkap oleh Umar ra, atau Allah swt
telah menyingkap tabir dari hatinya sehingga ia mampu melihat dengan mata hatinya, atau Umar melihat
indikasi munafik pada laki- laki itu, yaitu penolakan terhadap hukum Allah swt dan Rasul-Nya. Sehingga
Umar berani memenggal lehernya. Tidak seperti ayat sebelumnya, yaitu ayat keenam dimana orang-orang yang mengimani dan menyembah Thaghut adalah orang Nasrani.
Kasus pembunuhan terhadap orang yang menolak hukum Allah dan Rasul-Nya juga telah terjadi pada periode Kholifah Abu Bakar ra., yaitu terhadap orang-orang yang menolak untuk membayar zakat. Bedanya kasus pembunuhan pada periode Abu Bakar ini terjadi sepeninggal Rasulullah saw., sedangkan yang terjadi
diatas ketika Beliau saw masih hidup.
Surat An-Nisa semuanya turun di Madinah. Sedangkan posisi Nabi Muhammad saw disamping sebagai Nabi dan Rasul, juga sebagai Haakim (penguasa / pemerintah) dalam Daulah Nubuwwah di Madinah dan Qaadli (dalam bahasa Indonesia berarti Hakim) yang bertugas memutuskan perkara diantara orang-orang yang berperkara, atau memutuskan hukum diantara orang-orang yang berselisih, seperti kasus munafik dan yahudi diatas. Sedangkan posisi Umar ra adalah sebagai Mu'awin Tafwidl (jabatan setingkat mentri) dan
sebagai anggota Majlis Ummat (lembaga setingkat DPR / MPR).
Negara dalam mengatasi berbagai kasus perselisihan dan persengketaan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat memerlukan seperangkat hukum dan sistem yang sempurna yang datang dari Zat Yang Maha
Sempurna. Karena hanya dengan kriteria hukum dan sistem seperti inilah keadilan dan kedamaian di tengah-tengah masyarakat sebagai warga negara dapat terpenuhi.
Islam adalah agama yang paripurna dimana semua hukum dan sistemnya juga sudah paripurna yang tidak
dapat dikurangi dan tidak pula dapat ditambahi. Hukum dan sistem Islam sudah tidak membutuhkan hukum dan sistem lain dari luar Islam. Memasukan hukum dan sistem dari luar Islam ke dalam Islam ini sama halnya dengan menuduh Islam sebagai agama yang belum sempurna sehingga harus disempurnakan dengan hukum dan sistem dari agama lain termasuk dengan hukum dan sistem Thaghut. Keyakinan serta perilaku seperti ini adalah keyakinan serta perilaku orang munafik yang harus dipenggal lehernya.
Mengenai kesempurnaan agama Islam Allah swt berfirman;
"Pada hari ini telah Ku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian". QS Al-Maaidah [5]: 3.
Dan Rasulullah saw bersabda;
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪَ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ ﻓَﺮَﺽَ ﺍﻟْﻔَﺮَﺍﺋِﺾَ ﻓَﻠَﺎ
ﺗُﻀَﻴِﻌُﻮْﻫَﺎ ﻭَﺣَﺪَّ ﺣُﺪُﻭْﺩًﺍ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻌْﺘَﺪُﻭْﻫَﺎ
ﻭَﺣَﺮَّﻡَ ﺃَﺷْﻴَﺎﺀَ ﻓَﻠَﺎ ﺗَﻨْﺘَﻬِﻜُﻮْﻫَﺎ ﻭَﺳَﻜَﺖَ
ﻋَﻦْ ﺃَﺷْﻴَﺎﺀَ ﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟَﻜُﻢْ ﻏَﻴْﺮَ ﻧِﺴْﻴَﺎﻥٍ
ﻓَﻠَﺎ ﺗَﺒْﺤَﺜُﻮْﺍ ﻋَﻨْﻬَﺎ. ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ
ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺛﻌﻠﺒﺔ ﺍﻟﺨﺸﻨﻲ
ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ
"Sesungguhnya Allah swt telah memfardhukan (mewajibkan) beberapa kefardhuan, maka kalian jangan menyia-nyiakannya. Telah menentukan beberapa ketentuan, maka kalian jangan melampoinya. Telah mengharamkan segala sesuatu, maka kalian jangan menerjangnya. Dan telah diam (tidak menjelaskan setatus hukumnya) dari segala sesuatu, karena sayang kepada kalian, tidak karena lupa, maka kalian jangan membahasnya (mencari-carinya)". HR Daroquthniy dll dari Abi Tsa'labah Al-Khusyaniy ra..
Jadi ketika ada seseorang yang mengganti, mengurangi, dan menambahi hukum dan sistem Allah dan Rasul-Nya yang telah ditentukan batas- batasnya, maka dia adalah Thaghut, seperti halnya Ka'ab Ibnu Asyraf. Sedangkan orang yang meminta penyelesaian hukum perkara kepadanya adalah penyembah dan pengikut Thaghut, seperti halnya laki-laki munafik yang kepalanya dipenggal oleh Umar ra. Karena secara harfiyah thaghut itu berasal dari kata thughyan dari fi'il maadli thaghaa yang berarti melampoi batas atau
perbuatan zalim, yakni menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Tersebut adalah kritik tajam dan pedas kepada saudara-saudaraku sesama muslim yang mengklaim paling ASWAJA. Sudahkah mereka terlepas diri dari mengimani dan menyembah Thaghut? Atau justru merekalah
Thaghut itu sendiri. Sesungguhnya Thaghut serta doktrin Thaghut itu sangat kontradiksi dengan ASWAJA serta doktrin ASWAJA.
(bersambung . . . )
Komentar
Posting Komentar