NU Online | NU Tangerang: Kami Tak Rela Indonesia Terpecah karena Khilafah
INDONESIA TERPECAH KARENA KHILAFAH?
"Dakwah penegakan daulah khilafah bisa menimbulkan konflik besar, terpecahnya Indonesia dan pertumpahan darah?"
Mereka kaum liberal sangat picik dan pengecut bahkan cenderung hipokrit dalam membuat-buat alasan, sehingga alasan pergolakan, gejolak, pertumpahan darah, hingga akan terpecahnya Indonesia dijadikan dalil untuk menolak gagasan mulia berupa penegakan Daulah Khilafah Rasyidah sebagai sarana syar'iy untuk menerapkan syariat Islam secara sempurna, dan mereka terlalu su-uzh-zhan [buruk sangka] terhadap gagasan mulia itu. Mereka tidak dapat memisahkan antara kemungkinan terjadinya hal tersebut dan kewajiban melaksanakan syariat Islam secara sempurna. Pergolakan, gejolak, pertumpahan darah dan terpecahnya Indonesia adalah kemunkinan dan dugaan. Tetapi penegakkan khilafah rosyidah adalah kewajiban yang pasti.
Mereka lebih memilih dan mengutamakan dugaan [zhann] dan keraguan [syakk] dari pada kepastian [yakin, 'ilmu], karena perpecahan, konflik besar, pertumpahan darah dan terpecahnya Indonesia ketika khilafah tegak di Indonesia adalah dugaan dan keraguan, sedangkan penegakan khilafah dan penerapan syariat secara sempurna adalah kewajiban yang memiliki dalil yang pasti [qath'iy] yang berfaidah 'ilmu atau yakin.
Seharusnya mereka memakai kaidah ashul fikih berupa;
ﺍﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰﺍﻝ ﺑﺎﻟﻈﻦ، ﺃﻭ ﺍﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰﺍﻝ ﺑﺎﻟﺸﻚ
"Yakin itu tidak boleh dihilangkan dengan dugaan" atau "Yakin itu tidak boleh dihilangkan dengan keraguan" (As-Suyuthi [w. 911 H], al-Asybahu wa al-Nazhairu fi al-Furu', hal 37, al-Hidayah, Surabaya)
ﺍﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰﺍﻝ ﺑﺎﻟﻈﻦ، ﺃﻭ ﺍﻟﻴﻘﻴﻦ ﻻ ﻳﺰﺍﻝ ﺑﺎﻟﺸﻚ
"Yakin itu tidak boleh dihilangkan dengan dugaan" atau "Yakin itu tidak boleh dihilangkan dengan keraguan" (As-Suyuthi [w. 911 H], al-Asybahu wa al-Nazhairu fi al-Furu', hal 37, al-Hidayah, Surabaya)
Dan hadis;
ﺩَﻉْ ﻣﺎ ﻳُﺮِﻳْﺒُﻚَ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺮﻳﺒﻚ
"Tinggalkanlah perkara yang meragukan kamu,
[dan] ambilah perkara yang tidak meragukan kamu".
(HR Turmudzi dan Nasai dari Ali Ibn Abi Thalib RA).
ﺩَﻉْ ﻣﺎ ﻳُﺮِﻳْﺒُﻚَ ﺇﻟﻰ ﻣﺎ ﻻ ﻳﺮﻳﺒﻚ
"Tinggalkanlah perkara yang meragukan kamu,
[dan] ambilah perkara yang tidak meragukan kamu".
(HR Turmudzi dan Nasai dari Ali Ibn Abi Thalib RA).
Bukan memakai kaidah, "Adh-Dharoru Yuzalu" [kemudaratan itu harus dihilangkan], atau miturut terjemahan mereka, [Kemudaratan sedapat mungkin harus ditolak], baik sebelum terjadinya maupun sesudahnya.
Dan bukan memakai kaidah, "Dar-ul Mafasidi Muqaddamun 'Ala Jalbil Mashalihi" [Menolak kerusakan itu harus didahulukan dari pada meraih target kepentingan], atau miturut terjemahan mereka, [Menampik sesuatu keburukan lebih diutamakan daripada meraih kemaslahatan], untuk menolak tegaknya Daulah Khilafah dan penerapan syariat Islam secara sempurna, karena bisa termasuk ke dalam kaidah, "Kalimatul Haqq Yurodul Bathil" [Perkataan yang benar ditujukan untuk kebatilan], yakni untuk menolak hak, berupa penegakan Daulah Khilafah dan penerapan syariat Islam secara sempurna.
Padahal yang tepat adalah memakai dua kaidah tersebut untuk mendukung tegaknya Daulah Khilafah dan penerapan syariat Islam secara total.
Kaidah pertama, "Adh-Dharoru Yuzalu" [kemudaratan itu harus dihilangkan], dipakai untuk menyelamatkan Indonesia dari barbagai kemudaratan akibat dominasi peradaban Barat yang kapitalis-liberal, dan peradaban Timur yang sosialis-komunis, dengan menggantikannya dengan peradaban Islam yang Islami, tidak yang terkontaminasi oleh virus liberal dan komunis.
Sedang kaidah kedua, "Dar-ul Mafasidi Muqaddamun 'Ala Jalbil Mashalihi" [Menolak kerusakan itu harus didahulukan dari pada meraih target kepentingan], dipakai untuk menyelamatkan Indonesia dari berbagai kerusakan, juga akibat dominasi peradaban Barat yang kapitalis-liberal, dan peradaban Timur yang sosialis-komunis, dengan menggantikannya dengan peradaban Islam yang Islami, tidak yang terkontaminasi oleh virus liberal dan komunis, daripada meraih kepentingan pinansial dari lembaga donor Barat yang kapitalis-liberal atau lembaga donor Timur yang sosialis-komunis, yang juga memiliki kepentingan terhadap kehancuran Islam dan kaum muslim di Indonesia ini.
Terakhir, terkait hadis yang biasa dijadikan dalil oleh mereka untuk menolak penegakkan khilafah, "Hubbul Wathan Minal Iman" [Mencintai tanah air itu bagian dari iman], terlepas dari status hadis ini, sesungguhnya mencintai tanah air adalah cabang dari mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kita sebagai Aswaja wajib mengimani [meng-akidah-hi] bahwa langit dan bumi juga semua yang ada di dalamnya termasuk bumi Indonesia yang kita cintai ini, semuanya adalah milik Allah SWT, dan Dia telah menciptakan manusia sebagai khalifah untuk mengatur bumi ini dengan syariatnya yang telah dibawa oleh Rasul-Nya.
Kemudian pada hari kiamat Allah akan menghisab kita terkait pengaturan tanah air itu. Apakah kita telah mengaturnya dengan syariat-Nya, atau justru kita menolak syariat-Nya. Jadi mencintai tanah air itu tidak berdiri sendiri, tetapi sebagai cabang dari mencintai Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, sebagai bukti bahwa kita mencintai tanah air adalah dengan menjadikan syariat-Nya untuk mengatur tanah air. Kalau tidak, maka tidak ada bedanya antara kita sebagai Aswaja dan kaum kufar dan atheis, yang kecintaannya terhadap tanah air itu mengalahkan kita.
INDONESIA TERPECAH KARENA KHILAFAH?
BOHONG BESAR, KARENA KHILAFAHNYA BELUM BERDIRI DI INDONESIA DAN INDONESIA SUDAH TERPECAH OLEH DEMOKRASI, INGAT GAK TERPECAHNYA TIMTIM?
BOHONG BESAR, KARENA KHILAFAHNYA BELUM BERDIRI DI INDONESIA DAN INDONESIA SUDAH TERPECAH OLEH DEMOKRASI, INGAT GAK TERPECAHNYA TIMTIM?
Wallahu A'lam ...
Komentar
Posting Komentar