Langsung ke konten utama

AYAT-AYAT THAGHUT (05)

Ayat Kedelapan : Allah swt
berfirman:

"Dan orang-orang yang
menjauhi thaghut (yaitu)
tidak menyembahnya dan
kembali kepada Allah, bagi
mereka berita gembira;
sebab itu sampaikanlah
berita itu kepada hamba-
hamba-Ku, yang
mendengarkan perkataan
lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya,
mereka itulah orang-orang
yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah
orang-orang yang
mempunyai akal". QS Az-
Zumar [39]: 17-18.

Ayat ini diturunkan
mengenai Utsman Ibnu
Affan, Abdurrahman Ibnu
'Auf, Saed ,Sa'iid, Thalhah,
dan Zubair ra. Mereka semua
bertanya kepada Abu Bakar
ra. tentang Islam, lalu Abu
Bakar mengkhabarkan
keimanannya, lalu mereka
semua beriman dan
menjauhi thaghut sebagai
langkah pertamanya, karena
kembali kepada Allah itu
tidak sah dan tidak diterima
sebelum menjauhi thaghut,
yaitu dengan tidak
menyembahnya.

Mereka, juga siapa saja yang
berkeyakinan dan
berperilaku seperti mereka
layak memperoleh busyra
(berita gembira) dengan
mendapat surga, negeri
penuh nikmat, melalui lisan
para Rasul atau melalui
Malaikat ketika menjelang
kematiannya. Busyra itu juga
bisa didapat di dunia berupa
pujian dan sanjungan karena
amal salehnya, ketika mati,
ketika diletakkan di kuburan,
ketika keluar dari kubur,
ketika menunggu hisab, dan
ketika melewati shirath
(jembatan diatas neraka
Jahannam) menuju surga.

Jadi dalam semua kondisi
tersebut mereka selalu
mendapat busyra
memperoleh ketentraman,
rizki, dan surga kenikmatan,
sebagaimana telah
diberitakan oleh Allah swt:

"Maka dia memperoleh
ketenteraman dan rezki serta
jannah kenikmatan". QS Al-
Waaqi'ah [56] :89.

Menjauhi dan mendekat
adalah dua kutub yang
berlawanan. Menjauhi
Thaghut dan mendekat
kepada Allah swt itu laksana
seseorang yang harus
menentukan pilihan yang
berlawanan seperti harus
berjalan ketimur atau
kebarat. Ketika ia berjalan
ketimur maka ia harus
menjauhi barat, dan ketika ia
berjalan kebarat maka ia
harus menjauhi timur. Tidak
mungkin dalam satu waktu ia
dapat berjalan ketimur dan
kebarat secara bersama.

Mereka yang telah
menentukan satu pilihan dari
dua kutub yang berlawanan
itu, yaitu antara menjauhi
Thaghut dan mendekat
kepada Allah, atau mendekat
kepada Allah dan menjauhi
Thaghut, maka mereka telah
menjadi hamba dari
pilihannya. Mereka yang
telah mendekat
(menyembah) kepada
Thaghut dan menjauhi Allah
statusnya menjadi hamba
Thaghut, dan mereka yang
telah mendekat
(menyembah) kepada Allah
dan menjauhi Thaghut
statusnya telah menjadi
hamba Allah.

Persoalan menjauhi Thaghut
dan mendekat kepada Allah
ini tercermin dalam
berkeyakinan (berakidah)
dan berperilaku (bersyariat).
Berkeyakinan artinya hanya
mengimani Allah sebagai
Rabb (Tuhan) yang telah
menciptakan alam semesta,
manusia, dan kehidupan, dan
hanya mengimani Allah
sebagai Ilaah (Tuhan) yang
berhak membuat dan
menurunkan hukum dan
sistem untuk mengatur alam
semesta, manusia, dan
kehidupan. Dan berperilaku,
artinya hanya kepada Allah
kita mendekat dan
beribadah, dan hanya hukum
dan sistem Allah yang kita
terapkan dalam kehidupan,
bermasyarakat, dan
bernegara.

Ayat diatas juga menjelaskan
karakter mereka yang
menjadi hamba Allah swt,
yaitu mengikuti perkataan
(pendapat) yang lebih baik.
Seperti ketika mereka
mendengar al-Qur'an dan as-
Sunnah dan selain keduanya,
ketika mendengar ayat-ayat
al-Qur'an atau hadis yang
muhkamat dan yang
mutasyabihat, dan ketika
mendengar seruan kepada
penerapan syariat secara
total melalui penegakkan
daulah khilafah rasyidah
mahdiyyah dan seruan
kepada penerapan
demokrasi-sekuler. Maka
mereka yang menjadi hamba
Allah pasti memilih dan
mengikuti yang lebih baik,
yaitu memilih  dan
mengikuti al-Qur'an dan
hadis, memilih dan
mengikuti yang muhkamat
untuk standar berperilakunya
serta tetap mengimani yang
mutasyabihat, dan merespon
seruan kepada penerapan
syariat secara total dalam
wadah daulah Khilafah,
karena syariat Islam (Islam
kaffah) tidak dapat
diterapkan tanpa adanya
daulah yang
menerapkannya.

Sebaliknya orang-orang yang
menjadi hamba thaghut,
mereka lebih memilih selain
al-Qur'an dan as-Sunnah,
lebih memilih yang
mutasyabihat untuk ditakwil-
takwil semau dan sesuai
hawa nafsunya, dan lebih
merespon dan memilih
seruan kepada penerapan
demokrasi-sekular.

Dan mereka yang telah
menjadi hamba thaghut
tidak layak mengklaim
ASWAJA, apalagi paling
ASWAJA, karena status serta
predikat ASWAJA hanya
layak diberikan dan diterima
oleh mereka yang menjadi
hamba Allah swt. Dan kelak
di surga Allah swt akan
memanggil hamba-hamba-
Nya;

"Hai hamba-hamba-Ku, tiada
kekhawatiran terhadap
kalian pada hari ini dan tidak
pula kalian bersedih hati.
(yaitu) orang-orang yang
beriman kepada ayat-ayat
Kami dan adalah mereka
dahulu orang-orang yang
berserah diri. Masuklah kalian
ke dalam surga, kalian dan
isteri-isteri kalian
digembirakan. Diedarkan
kepada mereka piring-piring
dari emas, dan piala-piala,
dan di dalam surga itu
terdapat segala apa yang
diingini oleh hati dan sedap
(dipandang) mata dan kalian
kekal di dalamnya. Dan Itulah
surga yang diwariskan
kepada kalian disebabkan
amal-amal yang dahulu
kalian kerjakan. Di dalam
surga itu ada buah-buahan
yang banyak untuk kalian
yang sebahagiannya kalian
makan". QS Az-Zukhruf [43]:
68-73.

Dari delapan ayat terkait
thaghut diatas, thaghut dapat
berknotasi sebagai berikut;
Kullu muta'adin (setiap orang
yang melampoi batas-batas
yang telah ditentukan oleh
Allah swt dan Rasul-Nya).
Kullu ro'si dhalaal (setiap
pemimpin kesesatan).
Syetan yang menyesatkan,
baik dari jenis jin atau dari
jenis manusia.
Kullu ma'buudin min
duunillah (setiap
sesembahan selain Allah).
Orang yang selalu memusuhi
Nabi saw dan kaum muslim.
Orang yang menetapkan
hukum secara curang dengan
mengikuti hawa nafsunya.
Segala macam berhala.
Kullu maa awqa`a fi al-dlalal
(setiap perkara (atau orang)
yang menjatuhkan ke dalam
kesesatan].

Syaikh Ahmad Mahmud rh
dalam kitabnya Ad-Da'wah
Ilal Islam menjelaskan
bahwa hukum thaghut
adalah hukum jahiliyah, yaitu
setiap hukum yang
kontradiksi dengan hukum
syara', atau setiap hukum
yang kontradiksi dengan
hukum Allah dan Rasul-Nya.

Dan dalam kitab I'laamul
Muuqiniin Ibnu Qayyim rh
menjelaskan bahwa thaghut
adalah apa saja yang
melampoi batas-batas
ketentuannya, baik yang
disembah, yang diikuti,
maupun yang ditaati.
Thaghutnya setiap kaum
adalah orang yang
memutuskan hukum dengan
selain hukum Allah dan
Rasul-Nya, atau orang-orang
yang menyembah selain
Allah, atau yang mereka ikuti
tanpa ada petunjuk dari Allah
dan Rasul-Nya, atau yang
mereka taati perintahnya
padahal mereka tidak
mengerti bahwa itu adalah
taat kepada Allah swt.

Jadi, konotasi thaghut ialah
siapa saja dan apa saja yang
disembah selain Allah swt,
baik berupa syetan, jin,
manusia, berhala, pusaka,
pepohonan, bebatuan, dll.
Dan siapa saja yang
membuat (menetapkan)
hukum dengan tidak
mengikuti hukum Allah dan
Rasul-Nya, juga siapa saja
yang memusuhi dan
menghalang-halangi
terhadap dakwah kepada
penerapan hukum dan
sistem dari Allah dan Rasul-
Nya melalui penegakan
Daulah Khilafah Islamiyyah,
karena tanpa khilafah hukum dan
sistem Allah dan Rasul-Nya
tidak dapat diterapkan secara
total dan sempurna.

Kaidah syara' mengatakan;
ﻣَﺎ ﻟَﺎ ﻳَﺘِﻢُّ ﺍﻟْﻮَﺍﺟِﺐُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﻪِ ﻓَﻬُﻮَ
ﻭَﺍﺟِﺐٌ
“Suatu perkara dimana
kewajiban tidak dapat
sempurna kecuali
dengannya, maka perkara itu
adalah kewajiban”.

Wallahu a'lam bishshawwab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ULAMA YANG ASWAJA

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim   Al-‘ulama’ secara bahasa ialah bentuk jamak (plural) taksir (yang telah berubah dari huruf asalnya) dari kata al-‘aliim, yaitu orang yang memiliki ilmu, seperti kata al-kariim menjadi al-kuroma’ dan al-amiin menjadi al-umana’. Adapun kata al-‘aalim, maka bentuk jamak taksirnya menjadi al-’allaam, sedang bentuk jamak mudzakarnya (yang menunjukkan arti laki-laki) ialah al-‘aalimuun. Al-‘ulama’ adalah mereka yang memiliki ilmu agama secara khusus, atau mereka yang memiliki ilmu ketuhanan secara khusus. Sedangkan al-‘aalimuun adalah mereka yang memiliki ilmu agama dan ilmu dunia secara umum.   Ulama itu ada dua macam: Ulama akhirat dan ulama dunia.   Pertama: Ulama akhirat   Ulama akhirat adalah ulama shalihun yang mengamalkan ilmunya. Mereka adalah lentera dunia, pewaris Nabi saw dan pewaris nabi-nabi sebelumnya, penerus (khalifah) para nabi, kepercayaan umat dan kepercayaan Allah swt atas makhluknya. Mengenai mereka, Rasulullah saw ...

Idrus Ramli Menantang Debat Abulwafa Romli?! (Ke - 1)

Oleh : BuAhmad Abdulloh NASEHAT TERBUKA UNTUK USTADZ ABULWAFA ROMLI Assalamu’alaikum wr wb. Bismillaahir Rahmaanir Rahiim Menimbang: 1. Setelah ana mengikuti perkembangan tantangan debat terbuka dari kubu M Idrus Ramli ( bukan dari M Idrus Ramli sendiri ) yang disampaikan kepada ustadz Abulwafa Romli melalui jejaring sosial ini, dan setelah hamba membaca dan mempelajari buku Hizbut Tahrir dalam Sorotan dan Jurus Ampuh Membungkam HTI, dan setelah hamba membaca dan mempelajari berbagai bantahan ustadz Abulwafa Romli terhadap keduanya, yaitu dalam buku Membongkar Pemikiran Aswaja Topeng 1, bantahan atas buku Hizbut Tahrir dalam Sorotan, dan buku Membongkar Pemikiran Aswaja Topeng 2, edisi Kesalahan Logika Kaum Liberal, dan dalam berbagai tulisannya yang lain. 2. Setelah ana mengenal karakter M Idrus Ramli yang suka (dengan meminjam kalimat ustadz Abulwafa Romli) merekayasa, berdusta, memitnah dan memprovokasi terhadap Syaikh Taqiyyuddien an-Nabhani dan Hizbut Tahrir yang didirikannya, da...

PERNYATAAN ULAMA ASWAJA TERKAIT IMAM MAHDI

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim Al-Hafidz Abul Hasan al-Abari berkata: “Sungguh hadis-hadis terkait akan keluarnya Imam Mahdi telah mencapai mutawatir karena banyak yang meriwayatkannya dari Mushthafa SAW di mana beliau termasuk ahli baitnya, berkuasa selama tujuh tahun, memenuhi dunia dengan keadilan, akan keluar bersama Nabi Isa AS, lalu Nabi Isa membantunya membunuh Dajjal di pintu lud wilayah Palestina, dan beliau akan memimpin umat Islam, dan Nabi Isa akan shalat di belakangnya”. (Tahdzib al-Tahdzib, juz 9, hal. 144). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits-hadits yang dijadikan hujah atas keluarnya Imam Mahdi adalah hadis-hadis shahih riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dll.” (Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah, juz 4, hal. 95). Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Fasal terkait penjelasan Imam Mahdi yang akan keluar pada akhir zaman. Beliau adalah salah seorang dari al-Khulafa’ ar-Rasyidin dan Para Imam Mahdi. Beliau bukan yang ditunggu-tunggu kedatan...