SUDAH SANGAT JELAS KEKUFURAN DAN KESYIRIKAN DEMOKRASI
Demokrasi adalah sistem hukum (pemerintahan). Demokrasi bukan hanya wasilah dan uslub (administrasi, mekanisme dan teknis) untuk menerapkan hukum dan pengangkatan kepala negara dan kepala-kepala yg lain. Sedangkan sistem adalah kumpulan hukum-hukum beserta wasilah dan uslub penerapannya.
Ketika kita mengatakan bhw demokrasi adalah sistem kufur bin syirik, maka ini dilihat dari sudut hukum-hukumnya, bukan dari sudut wasilah dan uslubnya.
Oleh karenanya, ketika kita hendak membuktikan bhw demokrasi adalah sistem kufur bin syirik, maka yg harus dilakukan adalah mempelajari dan memahami hukum-hukum Islam kaffah dari kitab-kitab fikih yg Islam kaffah, sejak dari Fauhul Qarieb, Fathul Mu'ien, Fathul Wahhab, Mahally, Fiqhus Sunnah, atau Bidayatul Mujtahid dll. Lalu kita timbang dan bandingkan pakai neraca keadilan dgn hukum-hukum pemerintahan yg diterapkan oleh sistem demokrasi.
Kita sangat mudah menemukan, bhw Islam mengharamkan riba, zina dan seterusnya dan Islam menetapkan sangsi hukumannya, tetapi demokrasi justru membebaskan dan menghalalkannya. Apalagi terkait hukum-hukum hudud, jinayat, kepemilikan, pergaulan, pendidikan, politik dan pemerintahan, maka semakin terlihat nyata kekufuran dan kesyirikan demokrasi.
Dengan demikian, siapa saja yang tdk memahami hukum-hukum syariah Islam dari kitab-kitab fikih Islam Kaffah, maka sampai kapan pun dan sampai kiamat pun dia tdk akan bisa memahami kekufuran dan kesyirikan demokrasi.
Kebanyakan mrk yg menerima, mendukung dan menjadi pembela dan pejuang sistem demokrasi, itu dikarenakan mrk tdk bisa membedakan mana hukum yg final, dan mana wasilah/wasail dan uslub/asalib yg universal dan dinamis (seperti administrasi, mekanisme dan teknis) yg dipakai dalam pemilihan kepala negara dan dalam mengatur pemerintahan. Atau dlm bahasa HT-nya, mana yg termasuk fikroh (hukum-hukum yg final), mana yg thariqah (metode penerapan hukum), dan mana yg uslub (idari, wasilah dan kaifiyah). Sehingga mrk menamakan uslub pengangkatan Alkhulafaa' Arrosyidien dan pengadopsian administrasi Romawi atau Persia oleh khalifah Umar ra dan khalifah-khalifah yg lain sebagai demokrasi.
Bahkan mrk menamakan pemilihan RT, RW, lurah, bupati, gubernur dan presiden sebagai demokrasi. Dan bahkan sudah ada tokoh yg menamakan berlaku adil kpd istri-istri, anak-anak dan santri-santri sebagai demokrasi. Intinya dari orang-orang awam, S3 (SD, SMP & SMA), S campur, S teler dan S setres, insinyur, doktor sampai profesor, diantara mereka tidak sedikit yg tersesat karena demokrasi. Maka jauhilah dan buanglah demokrasi sekarang juga dari otak dan kotak kalian.
Bahkan saking tersesatnya, mereka mengklaim, "bhw Islam tlh mengajarkan demokrasi, demokrasi itu dari Islam, bahkan Islam adalah demokrasi". Bagaimana mungkin Islam mengajarkan demokrasi, sedang inti demokrasi adalah membuang hukum-hukum Islam?! Bagaimana mungkin demokrasi itu dari Islam, sedang inti demokrasi adalah menolak dan membuang Islam?! Bagaimana mungkin Islam adalah demokrasi, sedang Islam adalah dienullah (agama dari Allah) dan demokrasi adalah agama dari thaghut?!
Budak-budak demokrasi mengatakan, bhw dlm sistem demokrasi kaum muslimien diberi kebebasan terkait shalat, puasa, haji, zakat, menutup aurat, azan dan pujian pakai pengeras suara dlsb. Akan tetapi dgn kebebasan itu, kaum muslim juga dibebaskan untk shalat dan tdk shalat, puasa dan tdk puasa, haji dan tdk haji, zakat dan tdk zakat, menutup aurat dan memamerkan aurat, azan dan pujian pakai pengeras suara juga bebas mengganggu orang shalat dan para tetangga. Begitu pula mereka yg tdk shalat, puasa, haji, zakat, menutup aurat dll dibebaskan dari uqubat (sangsi hukuman).
Kita semua, baik yg pro demokrasi maupun yg kontra demokrasi, tlh terpengaruh dan dipengaruhi oleh dua kubu kebaikan atau keburukan. Oleh karenanya, kita harus punya miezan (neraca) dan berlaku adil dlm miezan.
"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia telah meletakan miezan (neraca keadilan), supaya kamu tidak melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah miezan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu". (TQS Arrohman ayat 7-9).
Anda setuju, tinggalkan jejak dan sebarluaskan!
Komentar
Posting Komentar