Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
KONOTASI DARI LARANGAN MEMECAH-BELAH AGAMA, ADALAH KEWAJIBAN MENERIMA SYARIAH ISLAM SECARA UTUH.
(lihat; QS Arruum [30]: 31-32; QS Al An'aam [6]: 159; QS Ali 'Imron [3]: 105; dll).
Islam diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupannya. Dengan petunjuk Islam, manusia dapat membedakan antara yang haq dan yang batil; yang baik dan yang buruk; yang terpuji dan yang tercela; yang halal dan yang haram.
Apabila dipatuhi dan dijalani, niscaya manusia akan terhindar dari kesesatan dan kecelakaan;
kesempitan hidup di dunia dan kecelakaan di akhirat (lihat QS Thaha [20]: 123-124). Mereka juga akan merasakan rahmat Islam bagi alam semesta (lihat QS al-Anbiya’ [21]: 107).
Patut diingat, semua kebaikan Islam itu hanya dapat dirasakan ketika Islam diterima secara utuh dan totalitas; tidak dikurangi, ditambahi, atau diubah. Di titik ini, terlihat jelas urgensitas menjaga kemurnian Islam.
Sebagaimana kaum Muslim diperintahkan untuk memasuki Islam secara kâffah—total dan
menyeluruh—(lihat QS al-Baqarah [2]: 208), kaum Muslim juga dilarang keras melakukan tafrîq
(pemecahbelahan) terhadap agamanya. Larangan inilah yang ditegaskan oleh ayat-ayat tentang larangan memecah belah agama.
Tindakan mengurangi atau mengingkari bagian tertentu dari Islam termasuk dalam cakupan ayat-ayat itu. Karena itu, kaum Yahudi yg mengimani kerasulan Musa as. tetapi mengingkari kerasulan Isa as dan Muhammad saw. jelas termasuk di dalamnya.
Demikian pula kaum Nasrani yg menolak kerasulan Muhammad saw. Tak terkecuali orang-orang yg mengaku beriman terhadap al-Quran namun mengingkari as-Sunnah sebagai sumber hukum seperti disuarakan kelompok inkâr as-Sunnah; orang-orang yang mengakui kewajiban shalat dan menolak kewajiban membayar zakat, seperti dilakukan sekelompok orang yang akhirnya diperangi oleh Khalifah Abu Bakar ra.; juga orang-orang yang mereduksi Islam hanya sebagai ajaran ritual dan moral, sementara syariah Islam yang mengatur ekonomi, sosial, pendidikan, pemerintahan, dan sanksi-sanksi hukum ditolak dan diingkari, seperti terus dipropagadandakan oleh kaum ‘Islam Liberal’ dan semacamnya. Itu semua jelas termasuk dalam tindakan ‘mengimani sebagian dan mengingkari sebagian yang lain.’ Allah Swt. mencela mereka. Mereka disebut sebagai orang-orang kafir yang sebenar-benarnya. Allah Swt. pun mengancam mereka dengan siksaan yg menghinakan (lihat QS an-Nisa’ [4]: 150-151; QS al-Baqarah [2]: 85).
Sebagaimana disampaikan para mufassir, ayat-ayat itu juga mencakup ahlul bid’ah. Mereka
menambahkan ‘syariah’ baru ke dalam Islam. Perkara baru yang dilekatkan pada Islam itu pun kemudian dianggap menjadi bagian dari Islam, seolah agama yg tlh disempurnakan Allah Swt itu membutuhkan penambahan. Tindakan mengada-adakan yang baru itu disebut sebagai bid’ah dan seburuk-buruk perkara. Rasulullah saw. bersabda:
ﻓَﺈِﻥَّ ﺧَﻴْﺮَ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚِ ﻛِﺘَﺎﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟْﻬُﺪَﻯ ﻫُﺪَﻯ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﻭَﺷَﺮُّ ﺍْﻷُﻣُﻮﺭِ ﻣُﺤْﺪَﺛَﺎﺗُﻬَﺎ ﻭَﻛُﻞُّ ﺑِﺪْﻋَﺔٍ ﺿَﻼَﻟَﺔٌ
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adlh petunjuk Muhammad, seburuk-buruk perkara adalah mengada-adakan yang baru, dan setiap bid’ah adalah sesat (HR Muslim dari Jabir bin Abdullah).
Ayat-ayat itu juga melarang umat Islam berpecah-belah ke dalam firqah-firqah sesat dan menyimpang, yang berpijak pada Islam parsial, dan tidak berpegang teguh pada Islam kâffah. Larangan ayat-ayat itu sejalan dengan larangan terhadap kaum Muslim menjadi kaum yang berpecah-belah (tafarruq) dan berselisih (ikhtilâf) dalam perkara yang amat jelas. Sebagai contoh, riba dan menikah dengan kaum musyrik yang jelas diharamkan Islam masih
diperselisihkan. Jihad, hukuman qishah dan potong tangan atas pencuri masih diperdebatkan. Padahal dalil-dalil yang mewajibkannya amat jelas. Para pelakunya diancam dengan siksa yang berat (Lihat: QS Ali Imran [3]: 105).
Semua tindakan itu, baik mengurangi bagian dari Islam, menambahkan ‘syariah’ baru ke dalam Islam, bercerai-berai dan berselisih dalam perkara yang jelas dalam Islam, serta memecah-belah agama Allah menjadi firqah-firqah sesat merupakan tindakan merusak agama. Para pelaku perusakan agama itu diancam dengan azab yang pedih. Azab itu kian berlipat jika mereka mendapat pengikut yang meniru jejak kesesatannya.
Juga terkait larangan berbangga, adalah berbangga dgn kufur, syirik, bid'ah, munkar dan maksiat; bukan berbangga dgn pertolngan, anugerah dan rahmat Allah Swt (lihat; QS Arruum [30]: 4-5, dan QS Yunus [10]: 58).
Anda setuju, tinggalkan jejak dan sebarluaskan!
Wallaahu a‘lamu bish-shawwaab.
Komentar
Posting Komentar