Pertanyaan:
Laode Asfin Al Butony
Assalamu’alaikum Wr. Wb..
Afwn Ustadz jika ana bertanya lewat inbox.. Ada sebagian orang/kel. yg tidak setuju kalau pendirian partai politik Hizbut Tahrir karena surah Ali ‘Imron ayat 104.. Alasan mereka karena ayat itu bukan perintah mendirikan parpol,, jika seandainya ayat tersebut perintah untuk mendirikan parpol maka sejak dulu para sahabat Nabi pun akan mendirikan partai politik.. bagaimana Ustadz menanggapi hal ini?
Afwn Ustadz jika ana bertanya lewat inbox.. Ada sebagian orang/kel. yg tidak setuju kalau pendirian partai politik Hizbut Tahrir karena surah Ali ‘Imron ayat 104.. Alasan mereka karena ayat itu bukan perintah mendirikan parpol,, jika seandainya ayat tersebut perintah untuk mendirikan parpol maka sejak dulu para sahabat Nabi pun akan mendirikan partai politik.. bagaimana Ustadz menanggapi hal ini?
Jawaban Saya :
Wa’alaikumussalam Wr. Wb.
Jawaban terbagi menjadi empat bagian:
Pertama. Terkait surah Ali ‘Imron ayat 104. Allah Swt berfirman:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf (segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah) dan mencegah dari yang munkar (segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya); merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali ‘Imron [3]: 104).
Pada ayat tersebut, Allah Swt menyuruh agar diantara kaum Muslim ada sekelompok golongan yang melaksanakan dua kewajiban sekaligus; 1) menyeru kepada kebajikan, yakni kepada Islam, dan 2) amar ma’ruf dan nahi munkar.
Kedua, partai politik yang keberadaannya diperintahkan oleh Allah Swt tentu wajib terdiri dari partai politik Islam, karena dua tugas berupa menyeru kepada kebajikan (Islam) dan amar ma’ruf nahi munkar hukumnya adalah wajib. Partai politik Islam adalah partai politik yang berasaskan akidah Islam (rukun iman yang enam); mentabanni hukum, pemikiran dan solusi Islam; dan metode operasionalnya adalah metode Rasulullah Saw pada pase Mekkah hingga berhasil mendirikan negara Islam di Medinah.
Ketiga, Hizbut Tahrir beraktifitas untuk menegakkan sistem khilafah untuk mengembalikan kehidupan Islam. Sedang khilafah adalah institusi politik yang harus ditegakkan melalui jalur politik, dan tentu lebih epektif oleh golongan politik, yaitu partai politik. Karena sulit rasanya, di era sedang menjamurnya partai-partai politik demokrasi sekular dan sosialis komunis, menegakkan institusi politik khilafah yang agung dengan tanpa aktifitas politiuk dan tanpa partai politik.
Keempat, terkait bahwa para sahabat tidak mendirikan partai politik. Maka yang perlu dipahami adalah bahwa aktifitas Nabi Saw beserta Sahabat Alkhulafaa Arrosyidiin, adalah sunnah Nabi Saw dan sunnah Alkhulafaa Arrosyidiin, dimana kedua sunnah tersebut harus diikuti sebagai dalil syara’, tidak diikuti secar tartil. Ketika sunnah tersebut dijadikan dalil syara’, maka mengandung madlul dan mafhum yang bisa diambil kesimpulan darinya.
Meskipun Nabi Saw dan sahabat tidak mendirikan partai politik seperti yang ada saat ini, tetapi kelompok politik dan aktifitas politik telah ada dan dipraktekkan oleh mereka, juga institusi politik telah ditegakkan dan dilestarikan oleh mereka dan oleh generasi Muslim hingga lebih dari 13 abad lamanya dan sampai 104 khalifah banyaknya . Bahkan ketika Nabi Saw wafat disana telah ada dua kelompok politik, yaitu Anshar dan Muhajiriin dimana masing-masing mengajukan kandidat calon khalifah pengganti Nabi Saw dalam menjalankan roda pemerintahan. juga terkait sarana informasi dan transportasi telah dipraktekkan oleh mereka, seperti dalam mengirim surat dengan tunggangan yang bisa berlali cepat. Jadi kelompok politik dan aktifitas politik Nabi Saw dan sahabatnya, juga sarana informasi dan transportasi inilah yang menjadi patokan dalam mengambil hukum bolehnya mendirikan partai politik Islam berikut teknik, administrasi dan sarananya. Apalagi masalah teknik, administrasi dan sarana adalah universal tidak terikat dengan agama tertentu dan hukumnya adalah mubah selagi tidak ada larangan dari Allah Swt atau Arrosul Saw.
Justru ketika kita harus mengikuti Nabi Saw dan sahabat Ra secara tartil dan apa adanya, maka kita akan terjatuh kedalam kesulitan dan kesempitan. Contohnya Nabi Saw dan sahabat Ra menunaikan ibadah hajji pakai unta dan berjalan kaki. Berarti tidak boleh naik mobil dan pesawat. Juga tidak boleh pakai paspor, visa dll., karena Nabi Saw dan sahabat Ra tidak pernah memakai dan melakukannya. Sujud dalam shalat fardlu harus langsung di tanah, tidak boleh di keramik, tikar atau sajadah, karena Nabi Saw dan sahabat Ra tidak pernah memakai dan melakukannya. Ngurus KTP, SIM, akte dan sertifikat juga tidak boleh, karena Nabi Saw dan sahabat Ra juga tidak pernah memakai dan melakukannya. Padahal masalahnya hanya terletak pada perkembangan teknik, administrasi dan berbagai sarana. Wallahu a’lam.
Anda setuju, tinggalkan jejak dan sebarluaskan!
Komentar
Posting Komentar