Langsung ke konten utama

MAKNA HADITS HUDZAIFAH TERKAIT FASE KEPEMIMPINAN UMMAT ISLAM

Biamillaahir Rohmaanir Rohiim

Hadits dimaksud adalah :
ﻋﻦ ﺣُﺬَﻳْﻔَﺔُ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ، ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ‏« ﺗَﻜُﻮﻥُ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓُ ﻓِﻴﻜُﻢْ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﻓَﻌُﻬَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺎﺀَ ﺃَﻥْ ﻳَﺮْﻓَﻌَﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﺧِﻼَﻓَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻣِﻨْﻬَﺎﺝِ ﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓِ ﻓَﺘَﻜُﻮﻥُ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻥْ ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﻓَﻌُﻬَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺎﺀَ ﺃَﻥْ ﻳَﺮْﻓَﻌَﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﻣُﻠْﻜﺎً ﻋَﺎﺿًّﺎ ﻓَﻴَﻜُﻮﻥُ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﻓَﻌُﻬَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺎﺀَ ﺃَﻥْ ﻳَﺮْﻓَﻌَﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﻣُﻠْﻜﺎً ﺟَﺒْﺮِﻳَّﺔً ﻓَﻴَﻜُﻮﻥُ ﻣَﺎ ﺷَﺎﺀَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﻓَﻌُﻬَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺷَﺎﺀَ ﺃَﻥْ ﻳَﺮْﻓَﻌَﻬَﺎ ﺛُﻢَّ ﺗَﻜُﻮﻥُ ﺧِﻼَﻓَﺔٌ ﻋَﻠَﻰ ﻣِﻨْﻬَﺎﺝِ ﻧُﺒُﻮَّﺓٍ ‏» . ﺛُﻢَّ ﺳَﻜَﺖَ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ
Dari Hudzaifah ra berkata: “Rasulullah Saw bersabda: “Sedang ada nubuwwah pada kalian selama Allah menghendaki, kemudia Allah mengangkatnya ketika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah, maka tetap ada selama Allah menghendaki, kemudian Allah mengangkatnya ketika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang menggigit, maka tetap ada selama Allah menghendaki, kemudian Allah mengangkatnya ketika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada kerajaan yang sewenang-wenang, maka tetap ada selama Allah menghendaki, kemudian Allah mengangkatnya ketika berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah”. Kemudian Rasulullah Saw diam”. HR Ahmad.

Alhaitsamy berkata: “HR Ahmad, Albazar dan Aththabrony dalam Al-awsath, dan Rijalnya adalah Tsiqat”. (Aly bin Abu Bakar Alhaitsamy, Majma’uzzawaaid wa Mamba’ulfawaaid, Daarurroyaan litturaats, Daarulkitaabil ‘Araabi, Alqahiroh, berut, 1403 H, 5/189).

Hadits ini menjelaskan, bahwa daulah Islam akan datang silih berganti mulai dari yang adil dan yang zalim, kerajaan yang menggigit dan yang sewenang-wenang, dan bahwa khilafah ‘alaa minhajinn nubuwwah pasti akan datang.

Hadits ini termasuk dalil-dalil nubuwwah dan membenarkan nubuwwah Nabi Saw. Dan bahwa nubuwwahnya benar-benar telah terjadi. Kemudian khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah dengan Alkhulafaa’ Arrosyidiinnya yang dimulai dari Abu Bakar ra dan diakhiri dengan Aly ra. Kemudian kepemimpinan Bani Umayyah dengan system maritsnya sebagai Mulkan ‘Aadldlan (kerajaan yang menggigit). Sampai berakhirnya kepemimpinan Bani ‘Utsman (daulah utsmaniyyah) pada tahun 1924 M, dimana mereka semua lebih baik dan lebih bersih daripada sistem pemerintahan republik setelahnya sebagai awal dari Mulkan Jabriyyah (kerajaan yang sewenang-wenang), yang tanpa dipilih oleh ummat, yang banyak melakukan revolusi guna mengantarkan kepada pemerintahan tanpa pendapat ummat, dan dengan merampas kehendak rakyat. Itulah para penguasa diktator yang dimulai dari Musthafa kemal Attatruk di Turki, dan terus bertambah di setiap negeri muslim hingga saat ini, dimana kami sedang merasakan dosa-dosa dan dendamnya terhadap Islam dan kaum muslimiin.

Pada hadits diatas Rasulullah Saw telah membagi sejarah ummat Islam menjadi lima fase kepemimpinan sebagai berikut:

Pertama, fase kepemimpinan nubuwwah. Ini telah terjadi semasa hidupnya Nabi saw. Lalu diangkatnya fase nubuwwah dengan wafatnya Nabi saw. Fase nubuwwah ini telah berjalan selama dua puluh tiga tahun; tiga belas tahun di Mekah sebagai fase dakwah, pengkaderan dan berinteraksi dengan ummat, termasuk thalabun nushroh; dan sepuluh tahun di Medinah sebagai pase penegakkan daulah nubuwwah dan penerapan system-sistem Islam dalam kehidupan, bermasyarakat dan bernegara. Dan fase penyebaran dien Islam keberbagai penjuru dunia dengan dakwah dan jihad fii sabilillah swt.

Kedua,fase khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah. Yaitu fase kepemimpinan Alkhulafaa’ Arrosyidiin. Fase ini dimulai dari dibai’atnya Abu Bakar ra sebagai khalifah, sampai terbunuhnya khalifah Aly ra. Dan para ulama memasukkan masa kepemimpinan Hasan bin Aly ra cucu Rasulullah saw kedalam fase ini. Dan fase ini berjalan selama tiga puluh tahun, sebagaimana ditegaskan oleh hadits shahih, bahwa khilafah adalah tiga puluh tahun kemudian setelahnya adalah kerajaan.

Ketiga, fase Mulkan ‘Aadldlan (kerajaan yang menggigit). Fase ini terbagi menjadi tiga pendapat sebagai berikut:

1- Pemerintahan yang mengandung kezaliman, meskipun derajat kezalimannya saling berbeda dari satu pemerintahan ke pemerintahan yang lainnya. Fase ini bermula setelah kepemimpinan Hasan bin Aly ra, dan masuk kedalamnya adalah kepemimpinan Bani Umayyah, Bani Abbas, Mamalik, Bani ‘Utsman di Turki, dll, sehingga runtuhnya kesultanan Utsmaniyyah pada awal abad 20 M. Pemerintahan ini mencakup setiap daulah yang berganti-ganti diatas dunia Islam dengan semua tahapan sejarahnya selama masa tersebut. Dan dikecualikan daripadanya, adalah pemerintahan yang khalifahnya menyerupai Alkhulafaa’ Arrosyidiin, seperti khalifah Abdullah bin Zubair dan Umar bin Abdul Aziz. Maka keduanya terhitung dari para khalifah yang mengurusi urusan ummat di atas manhaj nubuwwah. (Dr. Sa’ed Abdullah ‘Asyur dan Dr. Nasim Syahdah Yasin, al-khilafah al-Islamiyyah wa imkaniyyatu ‘audatihaa qabla zhuhuri almahdy as, hal. 15).

2- Mulkan ‘Aadldlan/ ‘aadluudl yang terdapat pada hadits adalah kerajaan yang yang pemiliknya berpegang teguh dengannya. Ia disifati dengan ‘aadludl (menggigit) dari kata ‘adldla (menggigit) yang dalam lughat berarti “menahan sesuatu dengan gigi/ al imsak ‘alaasysyai-i bil asnaan” (Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al Lughah, 4/48), sebagai jenis penggambaran tanda kerajaan yang diberi nama ‘aadludl. Pemiliknya, baik perorangan maupun keluarga, berpegang teguh dengan kerajaannya karena kesalehannya, dan menjadikannya sebagai haq bagi dirinya tanpa memberikannya kepada orang lain. Dan menyifati kerajaan dengan ‘adludl, tidak berarti, bahwa raja-rajanya adalah orang-orang yang zalim terhadap rakyatnya dalam mempraktekkan bab-bab hukum pemeritantahan. Tetapi setiap tanda yang dimaksud oleh hadits adalah bahwa para pemilik kerajaan itu berpegang teguh kepada kerajaannya, sebagai haq yang murni baginya. (Jawwad Bahr an-Nasysyah, al-Mahdiy Masbuuqun bi Dawlah Islamiyyah, hal. 75).

3- Saya berpendapat, bahwa Mulkan ‘Aadldlan (kerajaan yang menggigit), artinya adalah kerajaan dimana raja-rajanya -terlepas dari adil atau zalimnya, dan terlepas dari berhasil atau tidaknya-, masih berusaha berpegang teguh kepada system khilafah sebagai sunnah Alkhulafaa’ Arrosyidiin Almahdiyyiin. Meskipun dipandang telah terjadi penyimpangan dari khilafah rosyidah dengan menjadikan khilafah kepada ahli waritsnya, tetapi tetap memberlakukan bai’at sebagai metode pengangkatan khalifahnya. Dan Mulkan ‘Aadldlan ini diambil dari kata ‘Adldluu ‘alaihaa binnawaajid (gigitlah sunnah itu dengan gigi-gigi geraham) terdapat dalam hadits;
ﻓﻌﻠﻴﻜﻢ ﺑﺴﻨﺘﻲ ﻭﺳﻨﺔ ﺍﻟﺨﻠﻔﺎﺀ ﺍﻟﺮﺍﺷﺪﻳﻦ ﺍﻟﻤﻬﺪﻳﻴﻦ، ﻋﻀّﻮﺍ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺑﺎﻟﻨﻮﺍﺟﺪ، ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ ﻭﻣﺤﺪﺛﺎﺕ ﺍﻷﻣﻮﺭ، ﻓﺈﻥ ﻛﻞ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﺑﺪﻋﺔ، ﻭﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ . ﺭﻭﺍﻩ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ .
“Maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnahku dan sunnah Alkhulafaa’ Arrosyidiin Almadiyyiin (para khalifah yang cerdas dan adil), gigitlah sunnah itu dengan gigi-gigi geraham, dan jauhilah perkara-perkara baru, karena setiap perkara baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. HR Ahmad dan Hakim.

Dan dengan pengertian seperti ini, maka awal dari mulkan ‘aadldlan adalah kepemimpinan Muawiyah ra dari khilafah umawiyah, sedang akhirnya adalah kepemimpinan sultan Abdul Majid II dari khilafah ‘utsmaniyyah Turki yang berakhir pada 3 Maret 1924.

Kiranya pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama yang menyatakan masuknya kezaliman dalam pemerintahannya, dan yang memasukkan khilafah Abdullah bin Zubair dan Umar bin Abdul Aziz kedalam khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah. Sedang khalifah sebelum dan setelah Umar bin Abdul Azizi atau Abdullah itu tergolong mulkan ‘adldlan. Padahal kepemimpinan itu bisa disebut sebagai khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah, ketika didalamnya minimal ada dua orang khalifah yang rosyid dan mahdi (yang cerdas dan adil) secara berurut, karena secara bahasa khalifah adalah pengganti orang sebelumnya. Apalagi memasukkan khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah ditengah-tengah mulkan ‘aadldlan jelas menyalahi nash hadits yang menyatakan bahwa khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah itu hanya jatuh pada fase kedua dan kelima setelah fase mulkan ‘aadldlan dan mulkan jabriyyah.

Juga lebih baik dari pendapat kedua yang menafikan kezaliman dari pemerintahan. Padahal sejarah telah mencatat terdapatnya sejumlah kezaliman dari para penguasa yang tergolong sebagai mulkan ‘aadldlan tersebut, dan justru karena kezaliman ini pula pemerintahannya dinamai mulkan ‘aadldlan.

Keempat, fase Mulkan Jabriyyah (kerajaan yang sewenang-wenang). Ketika Mulkan ‘Aadldlan itu berarti pemerintahan yang masih menggigit (berpegang teguh) kepada system khilafah, dengan arti masih memakai system khilafah dan tidak membuangnya, maka Mulkan Jabriyyah adalah pemerintahan yang sudah tidak menggigit system khilafah, artinya sudah tidak lagi memakai system khilafah. Oleh karenanya fase Mulkan Jabriyyah itu bermula sejak runtuhnya khilafah Utsmaniyyah sampai saat ini. Fase ini memasukkan setiap system pemerintahan yang berdiri diatas dunia Islam, seperti kerajaan, keamiran, demokrasi, republik, dll.

Dan dengan pemaknaan Mulkan ‘Aadldlan dan Mulkan Jabriyyah seperti diatas, maka menjadi jelas dan mudah, juga rasional dan realistis, memahami dan memetakan maksud dari hadits Hudzaifah ini.

Kelima , fase khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah. Karena fase ini belum terjadi, sehingga kita belum pernah berada di dalamnya, maka cara termudah dan teraman untuk mendekatkan kepada gambaran dari khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah yang akan datang, adalah dengan memahami fakta khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah yang telah terjadi, yaitu pasca wafatnya Rasulullah saw sebagai pemilik daulah nubuwwah. Fakta yang dimaksud ialah bahwa khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah adalah:

1- Daulah Islam yang sempurna, artinya sebagai institusi politik yang telah memiliki wilayah dan seperangkat system (hukum), juga aparatur pemerintahan penegak sistem yang memadai dan handal.

2- Daulah yang telah memiliki empat orang khalifah yang rosyid dan mahdi (termasuk Hasan bin Aly sebagai khalifah kelima miturut sebagian ulama).

3-Daulah yang telah menerapkan hukum-hukum Islam secara sempurna. Artinya telah menerapkan; 1) system pemerintahan Islam, termasuk bentuk pemerintahan Islam, 2) system ekonomi Islam, 3) system pergaulan Islam, 4) system pendidikan Islam, 5) system persanksian Islam yang mencakup hudud, jinayat, takzir dan mukhalafat.

4- Daulah yang telah menyebarkan Islam keseluruh dunia dengan dakwah dan jihad, dan inilah juga yang disebut sebagai politik luar negeri daulah Islam.
Dengan memahami empat fakta tersebut, kita dapat mengira-ngira dan meraba-raba akan wajud khilafah ‘alaa minhajin nubuwwah yang akan datang. Kita juga dapat mengerti bahwa saat ini khilafah nubuwwah itu masih belum berdiri, apalagi tegak.

Dan tidak tepat menerapkan fase ini kepada ‘Umar bin Abdul Aziz, karena sebelumnya tidak ada kerajaan yang menggigit dan kerajaan yang sewenang-wenang dengan bentuk yang sempurna, dan karena setelahnya ada kerajaan yang menggigit dan kerajaan yang sewenang-wenang yang datang kepada ummat. (Mustaqbalul Islam fii Dlauilkitaabi wassunnah, Jaami’atul Qur’anil kariim, Republik Sudan, Isyraaf Dr. Ahmad Aly Al Imam, hal. 319).

Sedangkan perkataan Habib bin Salim selaku perawi hadits dalam Musnad Imam Ahmad (40/65, Syamilah 2):
ﻗَﺎﻝَ ﺣَﺒِﻴﺐٌ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻗَﺎﻡَ ﻋُﻤَﺮُ ﺑْﻦُ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰِ ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻳَﺰِﻳﺪُ ﺑْﻦُ ﺍﻟﻨُّﻌْﻤَﺎﻥِ ﺑْﻦِ ﺑَﺸِﻴﺮٍ ﻓِﻰ ﺻَﺤَﺎﺑَﺘِﻪِ ﻓَﻜَﺘَﺒْﺖُ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺑِﻬِﺬَﺍ ﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚِ ﺃُﺫَﻛِّﺮُﻩُ ﺇِﻳَّﺎﻩُ ﻓَﻘُﻠْﺖُ ﻟَﻪُ ﺇِﻧِّﻰ ﺃَﺭْﺟُﻮ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺃَﻣِﻴﺮُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ ﻳَﻌْﻨِﻰ ﻋُﻤَﺮَ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚِ ﺍﻟْﻌَﺎﺽِّ ﻭَﺍﻟْﺠَﺒْﺮِﻳَّﺔِ ﻓَﺄُﺩْﺧِﻞَ ﻛِﺘَﺎﺑِﻰ ﻋَﻠَﻰ ﻋُﻤَﺮَ ﺑْﻦِ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟْﻌَﺰِﻳﺰِ ﻓَﺴُﺮَّ ﺑِﻪِ ﻭَﺃَﻋْﺠَﺒَﻪُ .
Habib berkata: “Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, sedang Yazid bin Nu’man bin Basyir adalah sahabatnya, maka saya menulis hadits ini kepada Yazid untuk mengingatkannya. Lalu saya berkata kepada Yazid: “Saya berharap bahwa amirul mu’miniin -yakni Umar-, adalah setelah mulkan ‘aadldlan dan mulkan jabriyyah”. Lalu tulisan itu dimasukkan kepada Umar bin Abdul Aziz, lalu beliau senang dengannya dan takjub”.

Perkataan Habib ini hanyalah harapan, bukan kepastian dan bukan dalil, yang disampaikan kepada Yazid, tidak kepada Umar. Sedangkan Umar hanya senang dan takjub dengan Hadits yang ditulis oleh Habib, bukan senang kepada harapan Habib. Dan Habib tidak menulis harapannya itu, tetapi hanya menulis haditsnya saja.

Dan untuk mewujudkan fase ini butuh aktifitas dan pengorbanan di jalan Allah swt, menyebarkan ilmu dan mengikuti Alkitab, Assunnah dan manhaj salaf yang shaleh, karena akhir umat ini tidak akan bisa menjadi baik, kecuali dengan sesuatu dimana awal umat ini menjadi baik dengannya.
Lebih dari itu, karena khilafah adalah institusi politik warisan Nabi saw, maka dalam perjuangan untuk menegakkannya wajib terikat dengan thariqah politik Rasulullah saw dalam menegakkan daulah, yaitu melalui tiga fase dakwah di Mekah; 1) pengkaderan, 2) interaksi dengan ummat, termasuk thalabun nushroh, dan 3) menerima dan meraih kekuasaan dari ummat. Dan semua itu dilakukan dengan tanpa kekerasan fisik, dan tanpa kudeta.

Penting:
Term khilafah, mulkan ‘aadldlan dan mulkan jabriyah pada hadits Hudzaifah diatas, semuanya adalah secara lughawi (bahasa) yang disebut sebagai haqiqah lughawiyyah, bukan secara ishthilahi, karena Rasulullah saw dan para sahabat ketika itu belum memakai ishthilah sebagai haqiqah ‘urfiyyah atau haqiqah syar’iyyah. Sehingga para sahabat ketika itu memanggil khalifah Umar bin Khththab dengan, “Yaa khalifatu khalifati Rasulillah saw/ wahai khalifah khalifah Rasulullah saw”, yang secara lughawi berarti, “Wahai pengganti dari pengganti Rasulullah saw”. Karena khalifah secara lughawi adalah pengganti orang sebelumnya dalam menjalankan kekuasaan yang mengikuti manhaj nubuwwah. Sedang Muawiyah ra dan para penguasa setelahnya, maka meskipun secara istilah disebut sebagai khalifah, tetapi secara lughawi mereka adalah para raja, tapi terbatas dalam hal saling mewariskan kekuasaan dan kezaliman yang bersifat pribadinya saja. Sedangkan sistemnya tetap system khilafah. Dan karena itu, secara lughawi, mereka dinamai mulkan ‘aadldlan.
Wallahu a’lam bishshawwaab.

Anda setuju, tinggalkan jejak dan sebarluaskan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ULAMA YANG ASWAJA

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim   Al-‘ulama’ secara bahasa ialah bentuk jamak (plural) taksir (yang telah berubah dari huruf asalnya) dari kata al-‘aliim, yaitu orang yang memiliki ilmu, seperti kata al-kariim menjadi al-kuroma’ dan al-amiin menjadi al-umana’. Adapun kata al-‘aalim, maka bentuk jamak taksirnya menjadi al-’allaam, sedang bentuk jamak mudzakarnya (yang menunjukkan arti laki-laki) ialah al-‘aalimuun. Al-‘ulama’ adalah mereka yang memiliki ilmu agama secara khusus, atau mereka yang memiliki ilmu ketuhanan secara khusus. Sedangkan al-‘aalimuun adalah mereka yang memiliki ilmu agama dan ilmu dunia secara umum.   Ulama itu ada dua macam: Ulama akhirat dan ulama dunia.   Pertama: Ulama akhirat   Ulama akhirat adalah ulama shalihun yang mengamalkan ilmunya. Mereka adalah lentera dunia, pewaris Nabi saw dan pewaris nabi-nabi sebelumnya, penerus (khalifah) para nabi, kepercayaan umat dan kepercayaan Allah swt atas makhluknya. Mengenai mereka, Rasulullah saw ...

Idrus Ramli Menantang Debat Abulwafa Romli?! (Ke - 1)

Oleh : BuAhmad Abdulloh NASEHAT TERBUKA UNTUK USTADZ ABULWAFA ROMLI Assalamu’alaikum wr wb. Bismillaahir Rahmaanir Rahiim Menimbang: 1. Setelah ana mengikuti perkembangan tantangan debat terbuka dari kubu M Idrus Ramli ( bukan dari M Idrus Ramli sendiri ) yang disampaikan kepada ustadz Abulwafa Romli melalui jejaring sosial ini, dan setelah hamba membaca dan mempelajari buku Hizbut Tahrir dalam Sorotan dan Jurus Ampuh Membungkam HTI, dan setelah hamba membaca dan mempelajari berbagai bantahan ustadz Abulwafa Romli terhadap keduanya, yaitu dalam buku Membongkar Pemikiran Aswaja Topeng 1, bantahan atas buku Hizbut Tahrir dalam Sorotan, dan buku Membongkar Pemikiran Aswaja Topeng 2, edisi Kesalahan Logika Kaum Liberal, dan dalam berbagai tulisannya yang lain. 2. Setelah ana mengenal karakter M Idrus Ramli yang suka (dengan meminjam kalimat ustadz Abulwafa Romli) merekayasa, berdusta, memitnah dan memprovokasi terhadap Syaikh Taqiyyuddien an-Nabhani dan Hizbut Tahrir yang didirikannya, da...

PERNYATAAN ULAMA ASWAJA TERKAIT IMAM MAHDI

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim Al-Hafidz Abul Hasan al-Abari berkata: “Sungguh hadis-hadis terkait akan keluarnya Imam Mahdi telah mencapai mutawatir karena banyak yang meriwayatkannya dari Mushthafa SAW di mana beliau termasuk ahli baitnya, berkuasa selama tujuh tahun, memenuhi dunia dengan keadilan, akan keluar bersama Nabi Isa AS, lalu Nabi Isa membantunya membunuh Dajjal di pintu lud wilayah Palestina, dan beliau akan memimpin umat Islam, dan Nabi Isa akan shalat di belakangnya”. (Tahdzib al-Tahdzib, juz 9, hal. 144). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits-hadits yang dijadikan hujah atas keluarnya Imam Mahdi adalah hadis-hadis shahih riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dll.” (Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah, juz 4, hal. 95). Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Fasal terkait penjelasan Imam Mahdi yang akan keluar pada akhir zaman. Beliau adalah salah seorang dari al-Khulafa’ ar-Rasyidin dan Para Imam Mahdi. Beliau bukan yang ditunggu-tunggu kedatan...