Langsung ke konten utama

Kritik Khil-Mus (04): BAI'AT YANG SALAH TEMPAT ADALAH ZALIM

Kritik terbuka atas jama'ah Khilafatul Muslimin, ke (04)

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim

Prosedur praktis baiat sdh sangat jelas, bagi orang yang jelas dalam mencari yang jelas, yaitu dalam pengangkatan Alkhulafaa' Arrosyidiin yang empat setelah Rosulullah Saw wafat. Mereka adalah Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali ridlwanullah 'alaihim. Dimana semua sahabat diam daripadanya. Padahal patut diingkari ketika hal itu menyalahi syara', karena terkait erat dgn sesuatu yg sangat urgen dan agung dimana eksistensi kaum muslimiin dan tetapnya hukum berdasarkan Islam itu bergantung kepadanya.

Mereka berdiskusi di Saqifah Bani Sa'idah. Sedang calon khalifahnya adalah Sa'ed, Abu Ubaidah, Umar dan Abu Bakar. Dan hasil diskusinya dibaiatlah Abu Bakar. Kemudian pada hari kedua dipanggil kaum Muslimiin ke masjid Nabawi, lalu mereka semua membaiat Abu Bakar. Dan dgn baiat kedua ini, Abu Bakar resmi menjadi khalifah bagi kaum muslimiin.

Kemudian ketika Abu Bakar telah merasakan sakit akan mati, ia memanggil kaum muslimiin untuk diajak musyawarah terkait siapa yang akan menjadi khalifah bagi kaum muslimiin setelah wafatnya. Pendapat dalam musyawarah itu berputar antara Ali dan Umar. Setelah tiga bulan bermusyawarah, ketika Abu Bakar mengetahui pendapat mayoritas kaum muslimin, maka ia mengumumkan kepada kaum muslimiin bahwa Umar akan menjadi khalifah setelahnya. Dan setelah Abu Bakar wafat, kaum muslimiin datang ke masjid dan membaiat Umar sebagai khalifah. Maka dgn baiat ini Umar menjadi khalifah bagi kaum muslimiin, tidak dgn musyawarah dan tdk pula dgn pengumuman Abu Bakar.

Kemudian ketika Umar tertusuk, maka kaum muslimiin meminta darinya agar mengangkat khalifah penggantinya, tapi ia menolak. Lalu kaum muslimiin memaksanya dan akhirnya ia menjadikan enam orang sebagai calon khalifah. Kemudian setelah Umar wafat, maka enam calon khalifah itu menunjuk salah seorang darinya, yaitu Abdurrohman bin 'Auf untk mengetahui pendapat kaum muslimiin. Dan setelah Abdurrohman bermusyawarah dgn kaum muslimin, maka ia mengumumkan dgn pembaiatan Ustman. Lalu kaum muslimiin berdiri membaiat Ustman. Maka Ustman menjadi khalifah dgn baiat kaum muslimiin, bukan dgn pencalonan Umar, dan bkn pula dgn pengumuman Abdurrohman.

Kemudian ketika Ustman terbunuh, maka mayoritas kaum muslimin di Madinah dan Kufah membaiat Ali bin Abi Thalib ra. Maka Ali juga menjadi khalifah dgn baiat kaum muslimiin.

Dari kronologi singkat diatas, ditarik kerimpulan, bhw Alkhulafaa' Arrosyidiin yg empat tlh menjadi khalifah dgn baiat kaum muslimiin atau baiat mayoritas kaum muslimin, tdk dgn pencalonan dan pengumuman dari khalifah sebelumnya. Itulah sunnah Alkhulafa' Arrosyidin Almahdiyyin yg wajib diikuti.

Perlu dipahami, kronologi pengangkatan khalifah melalui baiat di atas itu ketika daulah islamiyyah atau khilafah telah tegak. Adapun ketika khilafah belum tegak, maka cukup dgn baiatnya kaum muslimiin di suatu wilayah yg tlh memenuhi empat syarat menjadi daulah khilafah (lihat, empat fakta daulah islamiyah di Madinah, status ke (02)). Meskipun tdk mewakili mayoritas ahlulhalli wal'aqdi bagi umat islam. Krn menegakkan khilafah adalah fardlu kifayah/ fardlu 'alal muslimiin. Dan juga khalifahnya tlh memenuhi syarat2 in'iqad/ sah menjadi khalifah.

BAIAT ADALAH AMANAH

Dan ketika seseorang tlh membaiat khalifah, atau khilafah dan khalifah tlh sah dgn baiatnya orang lain dari kaum muslimiin, maka baiat adalah amanah pada leher/ pundak orang yg membaiat, ia tdk halal menariknya (status ini sangat terbatas untk memuat dalil2nya).

Demikian ini, ketika baiatnya kpd khalifah adalah bait in'iqad, atau baiat ta'at kpd khalifah yg mendapat ridlo dari kaum muslimin yg tlh membaiatnya. Adapun ketika ia membaiat khalifah pertama kali, kemudian baiat kpdnya tdk sempurna, krn tdk adanya wilayah yg siap menjadi daulah atau khalifahnya tdk memenuhi syarat2 in'iqad, maka ia boleh dan tdk berdosa melepaskan baiat dgn alasan tersebut, atau bhw kaum muslimiin tdk menerimanya. Jadi larangan menarik baiat itu, adalah dari baiat khalifah yg sah, bukan dari khalifah yg tdk sah.

MELETAKKAN BAIAT KPD KHALIFAH YG TDK SAH ADALAH ZALIM

Dan zalim adalah dosa, dosa akibatnya ke neraka, maka wajib istighfar dan menariknya (taubat nasuha). Karena khilafah, khalifah, baiat dan ta'at adalah term syara' yg sdh sangat jelas hukum2nya dan urgensitasnya. Maka harus ditempatkan pada tempatnya yg benar dan dgn benar. Sdg meletakannya tdk pada tempatnya adalah zalim dan dosa.

MENEPIS SYUBHAT

Jama'ah Khilafatul Muslimin mengatakan, "meskipun belum memenuhi syarat2nya, khilafah wajib ada dan khalifah wajib dibaiat, lalu kita berusaha dan berjuang untuk melengkapi syarat2nya".

Sy menjawab, mereka tdk memahami apa itu syarat dlm istilah syara' atau ushul fiqh. Padahal justru dgn ketiadaan atau kekurangan syaratnya, khilafah, khalifah, baiat dan taat menjadi tdk sah. Sebagaimana seseorang yg mau shalat, ia harus usaha dan berjuang untk memenuhi syarat2nya terlebih dahulu, dan setelah terpenuhi baru ia takbirotul ihrom. Bukan dgn takbir dulu, lalu baru usaha dan berjuang untk memenuhi syarat2nya. Apa ada orang shalat takbir dulu lalu baru mencari air wudlu atau debu tayamum dan berwudlu atau bertayamum, takbir dulu lalu baru mencari kain untk menutup aurat, takbir dulu lalu baru berputar mencari arah kiblat, takbir dulu lalu baru mandi junub, apa ada orang shalat yg demikian ini?
Seperti inilah kondisi Jama'ah Khilafatul Muslimiin.

Wallahu a'lam

(bersambung . . . . . .)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGENAL ULAMA YANG ASWAJA

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim   Al-‘ulama’ secara bahasa ialah bentuk jamak (plural) taksir (yang telah berubah dari huruf asalnya) dari kata al-‘aliim, yaitu orang yang memiliki ilmu, seperti kata al-kariim menjadi al-kuroma’ dan al-amiin menjadi al-umana’. Adapun kata al-‘aalim, maka bentuk jamak taksirnya menjadi al-’allaam, sedang bentuk jamak mudzakarnya (yang menunjukkan arti laki-laki) ialah al-‘aalimuun. Al-‘ulama’ adalah mereka yang memiliki ilmu agama secara khusus, atau mereka yang memiliki ilmu ketuhanan secara khusus. Sedangkan al-‘aalimuun adalah mereka yang memiliki ilmu agama dan ilmu dunia secara umum.   Ulama itu ada dua macam: Ulama akhirat dan ulama dunia.   Pertama: Ulama akhirat   Ulama akhirat adalah ulama shalihun yang mengamalkan ilmunya. Mereka adalah lentera dunia, pewaris Nabi saw dan pewaris nabi-nabi sebelumnya, penerus (khalifah) para nabi, kepercayaan umat dan kepercayaan Allah swt atas makhluknya. Mengenai mereka, Rasulullah saw ...

Idrus Ramli Menantang Debat Abulwafa Romli?! (Ke - 1)

Oleh : BuAhmad Abdulloh NASEHAT TERBUKA UNTUK USTADZ ABULWAFA ROMLI Assalamu’alaikum wr wb. Bismillaahir Rahmaanir Rahiim Menimbang: 1. Setelah ana mengikuti perkembangan tantangan debat terbuka dari kubu M Idrus Ramli ( bukan dari M Idrus Ramli sendiri ) yang disampaikan kepada ustadz Abulwafa Romli melalui jejaring sosial ini, dan setelah hamba membaca dan mempelajari buku Hizbut Tahrir dalam Sorotan dan Jurus Ampuh Membungkam HTI, dan setelah hamba membaca dan mempelajari berbagai bantahan ustadz Abulwafa Romli terhadap keduanya, yaitu dalam buku Membongkar Pemikiran Aswaja Topeng 1, bantahan atas buku Hizbut Tahrir dalam Sorotan, dan buku Membongkar Pemikiran Aswaja Topeng 2, edisi Kesalahan Logika Kaum Liberal, dan dalam berbagai tulisannya yang lain. 2. Setelah ana mengenal karakter M Idrus Ramli yang suka (dengan meminjam kalimat ustadz Abulwafa Romli) merekayasa, berdusta, memitnah dan memprovokasi terhadap Syaikh Taqiyyuddien an-Nabhani dan Hizbut Tahrir yang didirikannya, da...

PERNYATAAN ULAMA ASWAJA TERKAIT IMAM MAHDI

Bismillaahir Rohmaanir Rohiim Al-Hafidz Abul Hasan al-Abari berkata: “Sungguh hadis-hadis terkait akan keluarnya Imam Mahdi telah mencapai mutawatir karena banyak yang meriwayatkannya dari Mushthafa SAW di mana beliau termasuk ahli baitnya, berkuasa selama tujuh tahun, memenuhi dunia dengan keadilan, akan keluar bersama Nabi Isa AS, lalu Nabi Isa membantunya membunuh Dajjal di pintu lud wilayah Palestina, dan beliau akan memimpin umat Islam, dan Nabi Isa akan shalat di belakangnya”. (Tahdzib al-Tahdzib, juz 9, hal. 144). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits-hadits yang dijadikan hujah atas keluarnya Imam Mahdi adalah hadis-hadis shahih riwayat Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dll.” (Minhajus Sunnah an-Nabawiyyah, juz 4, hal. 95). Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Fasal terkait penjelasan Imam Mahdi yang akan keluar pada akhir zaman. Beliau adalah salah seorang dari al-Khulafa’ ar-Rasyidin dan Para Imam Mahdi. Beliau bukan yang ditunggu-tunggu kedatan...