Kritik terbuka atas organisasi Khilafatul Muslimin, ke (06)
Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Meskipun term thalabun nushroh belum dikenal dalam khazanah fuqaha dari para ulama mujtahid terdahulu, baik pada masa salaf maupun khalaf, tetapi keberadaannya tidak perlu disalahkan, disesatkan atau diinkari, selagi masih diistinbath dari dalil-dalil syara’ yang mujma’ ‘alaihi yaitu Alqur’an, Assunnah, Ijma’ sahabat dan Qiyas syar’i.
Thalabun nushroh baru diistinbath dan dimunculkan oleh Syaikh Taqiyyuddin Annabhani (pendiri Hizbut Tahrir) sebagai metode syar’i yang wajib diikuti untuk menegakkan daulah khilafah, dan menjadi bukti atau indikasi bahwa beliau adalah seorang mujtahid mutlak. Karena para ulama mujtahid terdahulu tidak hidup di suatu zaman yang kosong dari khilafah, sehingga tidak membutuhkan metode untuk menegakkan khilafah seperti saat ini. Dan meskipun pada masa itu terdapat kekosongan zaman dari khalifah, tetapi daulah khilafah masih berdiri dan tidak lenyap seperti saat ini.
Thalabun nushroh juga sangat efektif menjadi standar dan filter untuk mengungkap dan membongkar kemunculan khilafah-khilafah palsu dan batil yang keberadaannya justru sesat dan menyesatkan, karena disamping rawan terjadi penipuan atas umat Islam dengan pemakaian sejumlah term syara’ seperti khilafah, khalifah, bai’at, ta’at dll untuk menjaring warganya, juga dapat mengkaburkan dan menjadi kerikil pengganggu atas dakwah kepada penegakkan daulah khilafah yang sesungguhnya. Karena tanpa metode thalabun nushroh, siapapun dan organisasi apapun sangat mudah untuk mengklaim telah mendirikan khilafah, seperti halnya organisasi Khilafatul Muslimin.
Dan dengan metode thalabun nushroh pula dapat kita ketahui bahwa, 1) kaum muslimin benar-benar telah siap atau belum siap untuk menegakkan khilafah, 2) khilafah yang diklaim berdiri benar-benar khilafah atau khilafah palsu, batil dan tipuan, 3) khilafah yang berdiri benar-benar dari pertolongan Allah Swt atau ghurur (tipu daya) dari setan.
DALIL THALABUN NUSHROH
Adalah dalil-dalil syara’, baik dari Alqur’an, Assunnah maupun Ijmak, yang mewajibkan kepada kita untuk mengikuti serta menjadikan Nabi Saw sebagai suri teladan. Siapapun yang memiliki sedikit ilmu pasti mengetahui hal ini, maka tdk perlu sy datangkan disini. Karena yg mendesak kita butuhkan disini adalah pemahaman dan penempatan terhadap dalil dengan tepat dan benar.
Siapa saja yg meneliti siroh nabawiyah, ia memahami bahwa Rosululloh Saw benar-benar telah melakukan thalabun nushroh dari para pemimpin yang memiliki kekuatan, meskipun mendapatkan penolakan yang buruk dari sejumlah kabilah, tetapi beliau tetap melakukannya dan terus mengulang-ulangnya tanpa berhenti. Bahkan Ibnu Sa’ed dalam Thabaqatnya menuturkan bahwa Nabi Saw telah melakukan thalabun nushroh kepada lima belas kabilah dan anak kabilah. Ini menunjukkan bahwa thalabun nushroh adalah perintah dari Alloh Swt kepada Rosululloh Saw.
Rosululloh Saw melakukan thalabun nushroh dan himayah (perlindungan) dari berbagai kabilah dan dari orang-orang yang memiliki kekuatan, perlindungan dan kemuliaan, setelah wafatnya istri tercinta Khadijah dan pamannya Abu Thalib tiga tahun sebelum hijrah ke Madinah, sampai terjadi aqad bai’at aqabah kedua... Dalam siroh Ibnu Hisyam disebutkan, bahwa Ibnu Ishaq berkata: “Ketika Abu Thalib meninggal, maka kaum Quraisy menyakiti Rosululloh Saw melebihi ketika Abu Thalib masih hidup. Lalu Rosululloh Saw keluar ke Thaif untuk mencari pertolongan dan perlindungan dari Tsaqif, beliau mengharap mereka mau menerima agama yang dibawanya dari Alloh Swt.” Namun beliau kembali dari Thaif dengan membawa kekecewaan.
Ibnu Ishaq berkata: “Kemudian Rosululloh Saw kembali datang ke Mekkah, sedang kaumnya semakin menyelisihi dan menjauhi agamanya, selain kelompok kecil yang lemah dari orang-orang yang telah beriman kepadanya. Kemudian di musim haji beliau menawarkan dirinya kepada kabilah-kabilah Arab. Beliau mengajak mereka kembali kepada Alloh dan memberi khabar bahwa beliau adalah nabi yang diutus, dan beliau meminta agar mereka membenarkan dan melindunginya, sampai beliau bisa menjelaskan kepada mereka agama yang Alloh mengutusnya dengannya”. Ibnu Ishaq barkata: “Maka Rosululloh Saw tidak berhenti atas aktifitasnya, setiap kali manusia berkumpul di musim haji, beliau mendatangi mereka dan mengajak kabilah-kabilah itu kepada Alloh dan kepada Islam. Beliau menawarkan dirinya kepada mereka, dan menawarkan petunjuk dan rohmat yang dibawanya dari Alloh. Dan tidaklah beliau mendengar ada orang Arab yang punya nama dan kemuliaan datang ke Mekah, kecuali beliau segera menemuinya, lalu mengajaknya kepada Alloh dan menawarkan agama yang dibawanya.”
Dari aktifitas Nabi Saw diatas dapat kita pahami;
Pertama, Nabi Saw mendatangi sejumlah kabilah layaknya sebuah institusi dan mendatangi para pemimpin dan penghulu dan orang-orang yang memiliki kekuatan, perlindungan, kemuliaan dan kedudukan.
Kedua, Nabi melakukan thalabun nushroh dan himayah dari ahlul quwwah dan man’ah, karena mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan memberi pertolongan dan perlindungan. Nabi tidak mendatangi mereka, kecuali agar mereka menolong dan melindungi dirinya dan dakwahnya, setelah mereka beriman dan membenarkannya.
Sampai akhirnya datang kepada Nabi Saw utusan penduduk Madinah dari suku Aus dan Khazroj, setelah Mush’ab bin ‘Umair tinggal bersama mereka selama setahun. Beliau Saw berjanji kepada mereka untuk bertemu di Aqabah, dan seterusnya terjadilah aqad bai’at aqabah kedua atas dasar nushroh dan himayah, dan sebagai bai’at perang. Dengan demikian, Nabi telah menemukan institusi yang menolong dan melindunginya, dan ketika itu beliau baru berhenti dari aktifitas thalabun nushroh dan himayah.
Dengan demikian, aktifitas thalabun nushroh dan himayah dari sejumlah kabilah, dari mereka yang memiliki kekuatan, perlindungan dan kemuliaan yang tanpa henti dilakukan oleh Nabi sampai terjadi aqad bai’at aqabah kedua, yaitu bai’at pertolongan, perlindungan dan perang, adalah dalil yang menunjukkan dengan sangat jelas bahwa thalabun nushroh adalah bagian dari metode, dan hukum syara’ yang wajib diikuti.
Dan dengan demikian pula, menjadi sangat jelas bahwa mekanisme untuk bisa sampai kepada pemerintahan dan menegakkan daulah Islam, adalah hukum syara’ yang kita wajib terikat dengannya. Sedang menyalahi dan menggantinya dengan bentuk dan ketetapan yang lain adalah kemunduran, bahkan penyimpangan dan pembelokan dari tujuan, dimana tidak dikehendaki darinya kecuali penyesatan terhadap para aktifis dakwah dan terhadap umat Islam, dari hukum-hukum syara’ yang praktis, juga permainan dan penghancuran terhadap mereka dan terhadap Hizbut Tahrir.
(bersambung ......)
Anda Setuju, tinggalkan jejak dan sebarluaskan!
Komentar
Posting Komentar